|
Sinopsis Buku: 'Di seberang bangunan penjara yang kokoh itu, di mana-mana tergeletak sosok-sosok sekarat meregang nyawa, sebagian lagi bahkan sudah menjadi mayat. Tergambar di benak kami bahwa hayat kami mungkin juga akan berakhir demikian.'
Neraka dunia itu kurasakan ketika aku menginjakkan kaki di LP Batu, Nusakambangan. Pada penghujung tahun 1965, aku terpaksa menyerahkan diri karena keluarganku mendapat teror. Aku tidak tahu mau dibawa ke mana. Sebelum dibuang di Nusakambangan, aku bersama kalangan wong cilik lainnya ditawan, diinterogasi, dan disiksa. Kami semua di-PKI-kan. Masih kuingat, teriakan komandan tentara yang mengawalku bersama rombongan ketika di penjara,'Hei kamu binatang! Kamu tahu kamu sekalian dibawa kemari? Kamu akan dibunuh secara perlahan-lahan!' Bangunan penjara yang kutempati terdiri dari petak-petak sel pengap. Kami meringkuk di salah satu sel sempit yang dihuni 150 tapol dan dibiarkan kelaparan. Tiap sel hanya memiliki satu WC yang penuh dengan kotoran manusia. Mereka meneror kami secara bergiliran dengan memanggil para tapol untuk diperiksa dan tak jarang pula langsung dieksekusi. Aku mendengar jerit dan isak tangis, serta gedebag-gedebug tendangan kaki. Setelah disiksa, mereka dibawa ke tengah hutan. Terdengar serentetan bunyi senapan mesin dari kejauhan. Wabah kematian begitu kuat merebak di ladang pembantaian ini. Tiap hari sekitar 13-16 mayat dimakamkan tanpa prosesi dan pembungkus apa pun. Aku dan kawan-kawan tapol lainnya memakamkan jasad mereka yang kurus kering terbungkus kulit. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |