|
Sinopsis Buku: "Buat para istri, kalau punya suami yang maunya tancap gas saja, jangan mau ya.Tolak atau kalau perlu dorong saja. Buat para suami yang istrinya hanya diam saja seperti mayat hidup, coba dibuat lebih bergairah. Biar mayatnya jadi benar-benar hidup. Seks kan untuk kepuasan bersama dan harus saling menikmati satu sama lain"
Setiap pasangan pasti menginginkan belaian kehangatan yang sifatnya timbal balik. Tidak ada dominasi. Klise sih, namun kutipan yang merupakan pesan lugas dari La Rose itu, rasa-rasanya belum sepenuhnya bisa dilakukan oleh pasangan yang masih menyandarkan kendali pada suami. Tak heran jika untuk urusan di balik selimut, laki-laki penginnya buru-buru membenamkan pedangnya, sedangkan perempuan justru ingin diawali dengan foreplay berupa ciuman dan belaian kasih sayang. Masing-masing perempuan pasti punya pengalaman bercinta yang sampai ke ubun-ubun. Namun jika sensasi itu tidak di dapat perempuan biasanya tetap pura-pura menikmati keliaran pasangannya. "Mau berkata jujur padanya? Ah...nanti dia kecewa, lebih baik diam saja. Biar dia tidur nyenyak dan merasa puas dengan kejantanannya di atas tempat tidur, karena saat itu dia mengira sudah memuaskan kita." So, apa perempuan tidak boleh meminta keadilan dalam bercinta? Apakah karena dipandang tabu dan bertentangan dengan nilai-nilai budaya maskulin ini, perempuan seolah dikondisikan untuk pasif? Kunci kebahagiaan pasangan adalah komunikasi timbal balik yang dihangatkan dari obrolan di atas ranjang. Buku ini menjawab kegelisahan akan kesetiaan yang jamak dialami oleh banyak pasangan di negara yang menganut adat timur. Berbagai solusi pun bisa dipetik dari petualangan La Rose yang dibeberkan secara apa adanya, dewasa, dan menggugah. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |