|
Sinopsis Buku: Pada suatu malam, ketika kami sedang sibuk belajar, tiba-tiba terdengar suara seperti orang yang berpidato. Ingin tahu suara apa itu, kami berlari-lari menuju ke tempat dari mana suara itu datang. Astagaaa... Sukarno dalam kamar gelapnya berdiri di atas meja sedang berpidato meniru seorang volkstribuun (pemimpin rakyat) dari zaman Yunani kuno yang menguraikan soal demokrasi dan kedaulatan rakyat.(Herman Kartowisastro)
Apa keistimewaan Bung Karno hingga kini tetap melekat di hati rakyat? Apakah karena kebesaran namanya sebagai pembebas dari belenggu penjajahan? Ataukah karena sisi humanismenya sebagai tokoh yang dikultuskan sekaligus sisi kelemahannya sebagai manusia? Yang jelas, buku ini menyajikan kisah-kisah Bung Karno lain dari yang lain, yang belum banyak diketahui orang, sekaligus menggugah hati. Seperti halnya, Arip seorang sopir pertama Bung Karno yang dipanggilnya �sahabat�. Riwu Ga yang mempertaruhkan nyawanya ditembak Kempetai saat berteriak-teriak sepanjang jalan memakai megafon untuk memberitahukan Indonesia telah merdeka. Kemudian ada diplomat Polandia, Andrzej Wawrzyniak, satu-satunya diplomat asing yang boleh berkomunikasi dengan Bung Karno saat ditahan rumah dan sakit-sakitan sampai wafatnya Juni 1970. Masih banyak kisah-kisah lainnya yang menarik, misalnya bekas tempat pengasingan Bung Karno; film dokumenter dan video rekaman Bung Karno yang terancam punah; niat membangun kembali replika rumah Sukarno di Pegangsaan Timur 56 untuk melestarikan sejarah. Juga mengenai �Pohon Pancasila� di Ende yang konon merupakan cikal bakal Bung Karno melahirkan konsep Pancasila Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |