|
Sinopsis Buku: Kenapa saya menjadi prajurit? Karena saya patriot. Kenapa saya patriot? Karena saya cinta tanah air.
- Catatan harian Achmad Yani, Senin, 18 Januari 1965. ...jam 04.00 pagi pintu digedor, "Ada Belanda, lari! Lari!" Bale-bale tempat aku tidur dengan tiga anak cepat-cepat dibersihkan, digulung menjadi satu, lempar ke atas atap, terus lari, turun ke jurang, tanpa mengindahkan adanya binatang-binatang berbisa. Kaki pun telah menjadi santapan lintah berkali-kali, tidak terasa, lari, lari, ke dalam jurang yang sebenarnya. Termasuk Kepala Staf Yani (Mayor Ismullah), juga Dokter Soejono, tak ada dokter yang merawat kami, cukup dengan mantri verpleger saja sebagai mantri juru rawat. Memang dalam perang gerilya kami sering main kucing-kucingan dengan Belanda; Belanda datang kami pergi, Belanda pergi kami datang.� ... dalam gerakan operasi militer menumpas AUI, Pak Yani dikawal oleh anak buah bataliyon Nokor Baros yang bekas KNIL. Sampai batas kota Kebumen, rombongan Pak Yani secara mendadak disiram tembakan oleh anak buah Kyai Somolangu. Dengan tenang Pak Yani turun dari kendaraannya. Dan dengan tenang pula segera memberi aba-aba agar pengawalnya segera membungkam tembakan musuh. Setelah keadaan dapat diatasi, Pak Yani kembali naik kendaraannya, memerintahkan meneruskan gerakan, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Anak buahnya semakin percaya, bahwa Pak Yani kebal!� ...1 Oktober 1965 subuh Pak Yani diberondong Cakrabirawa. Peluru menembus tubuhnya, Pak Yani sempat bertanya: "Bagaimana Bapak?" maksudnya Bung Karno. Memang PakYani sangat dekat dengan Bung Karno. Sangat hormat. Ketika terjadi semuanya itu, aku sendiri sedang bermalam tirakatan di rumah kediaman resmi Men/Pangab menyambut weton kelahiranku. Oh! Betapa aku menyesali kenyataan ini berlama-lama, sebelum aku berdamai dengan takdir. Berdamai dengan diriku sendiri. Berdamai dengan Yaniku. Berdamai dengan masa lalu!� Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |