|
Sinopsis Buku: Darahku bergelora dan gairahku memuncak � Sejak bertemu dengannya, aku merasa yakin bahwa wanita bernama Dedes itu adalah takdirku� seperti halnya aku merasa yakin bahwa darah akan membanjiri Tumapel sebagai tumbal yang akan membawaku ke puncak tertinggi tahta kekuasaan kerajaan Singasari.
Kini tak ada yang dapat menghentikanku �si anak desa- untuk memiliki Dedes dan menguasai tanah Jawa. Sebuah ambisi yang telah menjadi kutukan mendarah daging dan akan terus kalian saskikan pada �raja-raja Jawa berabad-abad lamanya setelah masaku. Namaku Ken Arok, dan inilah kisahku� seperti yang tertulis pada kitab Pararaton. Resensi Buku:
Kisah Arok-Dedes Versi Lain oleh: meyss8 Versi lain? Maksudnya? Hmm, iya, kisah Ken Arok di buku ini agak beda dengan yang saya tau dari buku-buku sebelumnya. Entah kenapa si pengarang - Gamal Komandoko - memutuskan untuk membuat novel ini beda dengan legenda Ken Arok yang sudah umum. Memang sih, yang namanya fiksi tidak dibatasi harus sesuai ini-itu, batasnya ya cuma imajinasi si pengarang. Tapi saya kok ya ngerasa kurang sreg aja, karena bedanya itu nanggung. Sebagian sama, sebagian lagi beda. Padahal kalau emang pengen tampil lain, sekalian aja bikin perbedaan yang ekstrim. Inti ceritanya sih sama, yaitu Ken Arok jadi prajurit Tumapel, kemudian ketemu Ken Dedes si wanita nareswari. Pertemuan itu memicu hasrat Ken Arok menjadi penguasa (wanita nareswari adalah perempuan yang diyakini mampu membawa kejayaan bagi lelaki yang menjadi suaminya). Dan akhirnya Ken Arok berhasil menjadi penguasa Tumapel. Selain itu ya juga ada kisah si keris Mpu Gandring yang terkenal itu. Perbedaannya terletak di beberapa detil, di antaranya: 1. Di novel ini Ken Dedes digambarkan sebagai wanita nareswari dengan ciri: kemaluannya bersinar terang. Aduh, bukan ngeres lho. :P Nah klo di buku-buku lainnya cuma disebutkan: auratnya yang bersinar terang, jd gak sevulgar itu, hehe. Bahkan di buku cerita saya yang paling tua (jaman masih SD), katanya yang bersinar itu betisnya. 2. Keris Mpu Gandring dibuat dalam waktu 5 bulan. Hmm, klo di wikipedia, katanya 1 hari. 3. Tunggul Ametung dibunuh oleh Kebo Ijo. Ini salah satu perbedaan besar. CMIIW, bukankah selama ini kita percaya Tunggul Ametung itu dibunuh oleh Ken Arok? 4. Lebih aneh lagi: Mpu Gandring, si pembuat keris, di buku ini mati tertusuk keris buatannya sendiri karena dia tersandung, lalu jatuh dan kena keris tsb. Jadi gak sengaja, bukan ditusuk oleh siapa-siapa. Bahkan pada saat itu terjadi, Ken Arok sama sekali tidak ada di dekat sang Mpu. Bandingkan dengan ini. 5. Karakter Mpu Gandring sendiri, di novel ini digambarkan sebagai seorang mata duitan yang licik dan suka berkomplot. Ini lain dari image yang telah tertanam di benak saya bertahun-tahun bahwa sang Mpu adalah tipikal orang tua yang suci nan bijaksana. Di samping masalah perbedaan-perbedaan yang mengganggu itu, saya juga bingung dengan judulnya: Banjir Darah di Tumapel. Di bagian mana banjirnya ya? Karena saya gak dapet tuh suasana sekolosal darah yang membanjir itu. Kesimpulan, novel ini agak mengecewakan. Sorry to say, tapi ya emang gitu. :( Add your review for this book! Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |