|
Sinopsis Buku: Percayakah Anda, pada awal abad XX harga seorang manusia Indonesia tidak lebih mahal dari harga seekor sapi? Perdagangan manusia benar-benar terjadi (dan diiklankan!) pada masa itu. Berlomba-lomba para makelar memasang advertensi mencari dan menyalurkan tenaga kerja untuk mengurus pohon di sebuah perkebunan. Bukan sembarang pohon, tapi konon, pohon berdaun uang. Orang pun berbondong-bondong pergi ke tanah yang bernama Deli itu. Sampai di sana, bukan pohon uang yang ditemukan tetapi para tuan kebun Belanda yang menjadikan mereka kuli kontrak. Perbudakan terjadi di balik rimbunnya daun-daun tembakau.
Tak banyak yang tahu bahwa tembakau Deli yang terkenal di seluruh dunia, akarnya telah menyerap keringat, air mata, dan darah para kuli. Kolusi terjadi antara penguasa daerah dengan tuan kebun. Poenale Sanctie menjadi tameng yang melegalkan kekejaman mereka. Tak ada hukum yang dapat melindungi para kuli. Sampai seorang advokat mengungkap-kan perbudakan yang keji itu dalam sebuah tulisan berjudul Millioenen uit Deli. Sebuah tulisan yang menggemparkan negeri Belanda pada tahun 1902. Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Rizky Wirastomo Buku yang sangat bagus untuk kita baca. Sejak halaman pertama hati saya sudah miris membayangkan kebodohan bangsa kita yang dapat dengan mudah ditipu untuk berangkat menjadi kuli ke Deli karena "di sana ada pohon berdaun emas dan bisa menyundal dan minum arak sesukanya". Membaca betapa kepala desa sendiri yang menyerahkan rakyatnya ke tangan pedagang kuli, saya sedih. Begitu bodohnyakah kita waktu itu? Lebih-lebih ketika membaca kecerdikan Belanda membujuk kuli kontrak yang masa kontraknya sudah habis untuk kembali bekerja kepada mereka. Membaca kuli wanita yang disalib seperti Kristus, kemaluannya digosoki bubuk cabai. Membaca mayat kuli yang memberontak dilempar ke tengah hutan dan mayatnya kemudian dimakan babi liar. Membaca betapa seorang kuli perempuan baru bisa membeli sarung setelah tidur dengan 20 kuli Cina... Buku ini mengungkap berbagai fakta sejarah yang menyedihkan. Membuat saya bersyukur saya dilahirkan pada masa Indonesia merdeka... Sebuah pencapaian yang indah dari Emil Aulia. ![]()
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |