Cantrik dan keluarganya menjadi saksi berbagai kejadian dan huru-hara negeri ini. Dengan gubuk usang dan sarung bertambalnya, ia menyaksikan korupsi, harga-harga yang semakin tinggi, dan caleg yang cuma suka mengumbar janji. Namun, Cantrik yang tetap saja miskin menganggap semua ini sebagai komedi. Saat impitan kehidupan makin membuat sesak, apa salahnya menertawakannya sejenak.
“Tokoh Cantrik yang disodorkan Prie GS mengajak kita menertawakan kenaasan yang menimpa negeri ini.”
—Kuss Indarto, Pensiunan Kartunis, Anggota Dewan Kurator Galeri Nasional Indonesia 2009-2014
TENTANG PENULIS:
Belajar kartun secara otodidak. Dikirim Pakarti (Paguyuban Kartunis Indonesia) mewakili Indonesia untuk pameran kartun di Tokyo, Jepang. Berkarier sebagai karikaturis di harian Suara Merdeka dan di harian ini dia mengembangkan pula kemampuan menulisnya yang kemudian
menjadi berbagai buku antara lain: Nama Tuhan di Sebuah Kuis, Merenung Sampai Mati, Hidup Bukan Hanya Urusan Perut, Waras di Zaman Edan, Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia, dan sebuah novel sastra remaja: Ipung.
Sebagai pembicara publik, akhirnya Prie GS menemukan identitas pribadinya. Dia banyak berceramah memenuhi aneka undangan. Menginspirasi lewat sudut pandang kebudayaan adalah keasyikannya. Dia juga masih disiplin menulis kolom untuk Suara Merdeka dan tabloid Cempaka, Semarang. Selain itu, dia juga mengasuh acara tetap di radio dan televisi antara lain: SmartFM Network, IdolaFM, SindoTV, BeritaSatu, dan MetroTV. Saat ini, dia memilih menetap di kota kelahirannya, Semarang.
- See more at: http://mizanstore.com/detailproduct/21704-Indonesia-Tertawa#.U7TMuUBavcs