|
Sinopsis Buku: "Pemimpin tidak lahir tapi dibuat ditempa seperti keris pusaka dalam api dan penderitaan. Demikianlah dengan Pangeran Diponegoro. Sosok kepemimpinan diasah dengan pengalaman pahit dari masa kecilnya di Tegalrejo dan persentuhan dengan rakyat kebanyakan. Jauh sebelum istilah 'blusukan' menjadi keren pada era Gubernur DKI, Jokowi, Diponegoro sudah memberi contoh dari seorang pemimpin yang sangat merakyat. Novel ini dengan runtut dan rinci berhasil memakai fakta sejarah dan imajinasi pengarang untuk mengungkap rahasia tokoh yang penuh teka-teki dan karisma itu. Salut kepada Saudara E. Rokajat Asura untuk suatu roman yang sangat berhasil. Jarang ada seorang novelis dan pengamat sejarah yang begitu tajam." - Peter Carey, Penulis Biografi Diponegoro Kuasa Ramalan; Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 "Salut pada Kang Enang, yang begitu intens menulis novel ini, mengajak kembali ke masa ratusan tahun lalu, namun serasa dekat sehingga saya merasakan kekalutan dan beratnya hidup. Hormat saya beribu kali lipat atas perjuangan Pangeran Diponegoro. Dia lahir dari kepedihan dan tanggung jawab akan nasib rakyatnya. Buku ini wajib dibaca oleh para pemimpin bangsa di tanah air ini, agar memahami arti sebuah kepemimpinan." - Happy Salma, aktris, penggiat film dan teater *** Penyerbuan Keraton Ngayogyakarto oleh pasukan Inggris tidak sebatas mempermalukan Kanjeng Sultan ke titik nadir, tapi semakin memperteguh keyakinan Pangeran Diponegoro bila keraton telah kehilangan kekuatan gaibnya, seperti yang pernah dialami leluhurnya Sultan Amangkurat. Musababnya tak lain raja yang tidak adil, ulama yang tidak bisa dipercaya dan hakim yang telah luntur kejujurannya. Penghinaan dan perampokan keraton luar biasa itu pun menyisakan duka yang tak mudah diobati, tentang tercerabutnya adat istiadat keraton digantikan tradisi Eropa, pengaruh ini mengalir deras ke dalam kehidupan rakyat jelata yang tengah terjepit, madat dan judi menjadi pelarian mereka yang frustrasi. Tidak ada cara lain untuk menenteramkan bumi Mataram kecuali munculnya seorang raja yang adil, ulama yang kembali dipercaya dan hakim yang jujur. Impian itu mengkristal tentang akan munculnya sosok Ratu Adil. Pandangan pun mengarah kepada Pangeran Diponegoro, sehingga semakin menjauhlah kaki sang pangeran dari hiruk-pikuk keraton. Dalam masa ini pemberontakan semakin masif, dari yang mengatasnamakan Ratu Adil sampai yang mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. Bau amis darah itu semakin menyengat tercium saat keraton menjadi panggung pertunjukan bagaimana keserakahan berbalut asmara dipertontonkan. Dua kali pergantian raja sama sekali tak menunjukkan perubahan, sebab rata-rata yang muncul adalah seorang raja, bukan seorang raja sekaligus panetep agama. Bukan seorang wali wudhar! Langkah Pangeran Diponegoro telah ditetapkan menyebarkan benih ke segala lapisan sambil menunggu kapan gong dibunyikan. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |