|
Sinopsis Buku:
Alif: Saya melangkah, menendang kerikil kecil, di bawah terik matahari jam dua belas. Ternyata harga diri saya cuma sejajar dengan landasan kerikil. Tak tahu mau kerja apa lagi untuk hidup. Saya memandang pakaian yang saya pakai, ini pakaian yang sudah menguras kartu kredit saya, pakaian yang membuat saya merasa dalam level lifestyle yang cool. Kemeja putih Helmut Lang, celana Diesel, sneakers merah-hitam Gucci. Ah, tapi mereka tak bisa menolong. Oh God. I am so insignificant. I am unnecessary. I am nothing, and I can’t even kill myself. Raisa: Rasanya tidak semua film mengandung scene yang Anda maksud! Mungkin bisa kita lihat film The Sound of Music, Cut Nyak Dien, The Color of Purple, Home Alone. Film-film ini legendaris, pemainnya pun tak terlupakan. Mereka tidak mengumbar sensualitas. Mungkin dengan diberlakukannya RUU akan memicu lahirnya film-film seperti itu. Pembuat film akan memprioritaskan konflik dan kekuatan cerita sebagai daya tarik. O God, what have I done? Didi: Bokap gue takut anaknya pada terjerumus ke pergaulan bebas. Dia lihat anak-anak temennya pada udah ngebuntingin anak gadis orang, pada kawin lari, dan macem-macemlah. Menurut Bokap, nggak perlu pacaran-pacaran, bakal bikin masalah. Pandangan Bokap ini bagus banget, untuk menghindari perbuatan-perbuatan sex before marriage. Then I’m saved by this condition. Ngerti? Nisa: Damn. Kalau pria mengucapkan “I love you” tiga kali dalam satu detik, itu sama saja omong kosong, sama seperti kegembiraan anak kecil yang diberi tiga permen warna-warni. Nisa mengumpat kecil dalam hati. He’s over excited. Kenapa pria gampang sekali mengucapkan “I love you”? Ini sama saja dengan penipuan. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |