|
Sinopsis Buku:
Ada beberapa pendapat tentang apa yang sesungguhnya terjadi dengan kejadian yang kelak dikenal dengan "Peristiwa 17 Oktober 1952" itu. Ada yang menuding PSI, yang saat itu memainkan kartu anti-Sukarno dan anti-komunis, berada di balik gerakan tersebut. Presiden Sukarno sendiri dan beberapa pihak juga memandang peristiwa 17 Oktober 1952 sebagai percobaan "setengah Coup" militer terhadap Presiden Sukarno. Hubingan Jenderal A.H. Nasution dengan Sukarno memang penuh liku. Sebagai seorang patriot yang turut dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia, mengapa Jenderal A.H. Nasution menempatkan "moncong" meriam ke arah istana. Apa yang sebenarnya terjadi?
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Sumatra Utara, 3 Desember 1918. Karier militernya dimulai tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia. Dua tahun kemudian, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eksPETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Lalu Mei 1946, ia dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Sudirman). Sebulan kemudian ia ditunjuk menjadi Kepala staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI. Nasution dianugerahi pangkat jenderal besar bintang Lima. Ia tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |