|
Sinopsis Buku: "Soekarno tampak berkaca-kaca. Dia menjabat pria di depannya dengan kehangatan seorang kakak terhadap adiknya. 'Saya akan selalu berdoa kepada Allah agar Dinda kelak menjadi sufuh penerang bagi bangsa ini, baik lewat karya-karya Dinda sebagai pujangga, maupun sebagai ulama.'" Itulah harapan Putra Sang Fajar bagi seseorang yang masa kecilnya hidup bak seorang "pemberontak". Orang memanggitnya Malik, la lahir pada suatu Ahad, kala senja merona di iangit Minangkabau, Kelincahannya selalu beradu riang dengan riak Danau Maninjau, nyalinya membuntal seolah hendak bergulat dengan Bukit Sibarosok. la lahir dan dibesarkan di lingkungan para ulama, Namun, perceraian ayah-ibunya membuat dia berpaling dari keiuarga, dunia luar pun menjadi tempat peraduan baginya. Pendidikan formalnya terhenti, bahkan ia tak pernah sempat menamatkan Sekolah Desa, Beranjak dewasa, setelah berhaji dan menuntut ilmu di Tanah Suci, Malik memilih jalannya untuk berkiprah di negeri sendiri, menjadi pujangga. Sementara itu, bekal yang ia peroleh selama perantauan mengukuhkan kecakapannya sebagai seorang ulama. Inilah kisah pergulatan Malik dengan lingkungannya, yang bertubi-tubi menempa watak dan lakunya, hingga kelak namanya mengharum sebagai seorang ulama-pujangga—yang lebih dikenal dengan panggilan: Buya Hamka. "Novel Tadarus Cinta Buya Pujangga ini merupakan karya penting yang member! kontribusi bagi pendidikan karakter bangsa dengan cara memikat, membuat pembaca larut dalam kisah yang menggugah dan menyentuh emosi. Sarat dengan nilai-nilai spiritual yang penuh makna." - Dr. (HC) Ary Ginanjar Agustian, Pendiri ESQ 165 "Buya Hamka adalah menara sastra. Tidak sah rasanya menyebut banyak nama sebagai tutor iintas zaman tanpa melisankan namanya. Di dalam buku ini, setiap tahapan hidupnya bercerita, bagaimana spirit seorang Hamka sanggup menembus zaman, menghidupkan jiwa para sastra wan." - Tasaro GK, Penuiis Novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |