Filsafat hukum termasuk kelompok ilmu yang paling tua yang dikembangkan manusia dalam sejarahnya. Dalam filsafat hukum orang melakukan kontemplasi mengenai hakikat dari hukum sebagai fenomen yang selalu melekat dengan manusia, kapan saja dan di mana saja. Karena itu buku "Filsafat Hukum: Problematik Ketertiban dan Keadilan" dari Budiono Kusumohamidjojo dimulai dengan pemaparan mengenai perkembangan gagasan hukum yang bermula dari kesadaran pra-hukum yang historis. Gagasan tentang hukum berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan bersamanya. Karena itu pada mulanya fungsi hukum yang utama adalah menegakkan ketertiban, seperti nampak dari cikal-bakalnya dalam hukum pidana. Baru kemudian hukum mendukung misi yang lebih canggih untuk menegakkan keadilan dalam hubungan antar-manusia yang lebih luas. Itu juga sebabnya, mengapa buku ini berpangkal pada manusia sebagai makhluk yang kompleks dan dinamis, yang dalam menjalani hidupnya tidak banyak tergantung dari nalurinya, melainkan semakin mengandalkan akalnya.
Kombinasi dari nalar manusia yang berproses dalam konteks ruang dan waktu yang semakin rumit dalam kenyataannya membuat hukum itu sendiri juga menjadi seperti semakin berbelit dan tidak transparan bagi masyarakat pada umumnya. Kenyataan itu juga yang menyebabkan, mengapa pemahaman mengenai keadilan itu juga bukannya menjadi semakin terang, melainkan menjadi semakin relatif, sebagai hasil dari keterkaitan dengan perspektif manusia yang tidak lekang dari pijakan ruang dan waktu hidupnya yang dinamis. Suatu perbuatan yang 15 abad yang lalu adalah biasa atau mungkin malahan diharuskan, sekarang justru dilarang. Atau bisa juga sebaliknya. Karena pada akhirnya hukum itu lahir dari nalar manusia, hukum itu tidak akan pernah sempurna. Dan begitu juga halnya dengan keadilan yang hendak dicapai melalui hukum.
Itu juga sebabnya mengapa buku ini bersikap pragmatis dan berpandangan, bahwa paling sedikit hukum itu harus dapat membawa ketertiban dan keamanan dalam kebersamaan sambil mengusahakan hubungan antar-manusia yang terus menerus menjadi semakin adil. Dalam dunia di mana sumber daya alam semakin terbatas sambil ditantang oleh jumlah penduduk yang semakin besar dan campur tangan teknologi yang semakin dominan, keadilan akan menjadi masalah yang semakin kritis di masa mendatang. Kontemplasi melalui filsafat hukum berusaha untuk menjinakkan paradoks itu.