|
Sinopsis Buku: "Setelah lebih kurang tujuh jam dihempas ombak dan gelombang serta angin ribut, kira-kira pukul 23.00, nakhoda yang sedang jaga bersama Muhammad sebagai juru mudi sudah tergerus ketenangan dan ketabahannya. Menunggu perahu yang turun naik tak berdaya, derit-derit yang semakin keras, nakhoda bertanya pada Mappagau yang belum sempat tidur,"Pak Mappa, kira-kira kuat enggak perahu kita menghadapi keadaan ini terus-menerus?"
Muhammad bersikukuh ikut berlayar. Padalah seluruh keluarga sudah melarang. Alasannya, sudah dua orang saudara kandungnya jatuh dari perahu dan hilang dalam pelayaran beberapa tahun sebelumnya. Bagi seorang nakhoda, pelaut yang jatuh ke laut tidak akan diambil oleh rekannya, dibiarkan mati tenggelam. Ada juga awak kapal yang terpaksa diturunkan saat berlabuh di sebuah kota karena ia sudah "menyerah", tak sanggup lagi ikut berlayar. Mengarungi Samudra Pasifik selama 69 hari dengan kapal layar tradisional Bugis jelas bukan soal mudah. Secara teoretis, hanya kapal-kapal besar yang mampu menghadapi ganasnya gelombang dan cuaca di lautan maha luas itu. Inilah kisah heroik para pelaut Indonesia yang mampu membelah Lautan Teduh hanya dengan modal semangat keberanian yang menggelora di dalam dada. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |