|
Sinopsis Buku: Berbekallah untuk hari yang sudah pasti. Sungguh kematian adalah muara manusia Relakah dirimu menyertai segolongan orang
Mereka membawa bekal, sedangkan tanganmu hampa.. Sebait nasyid tersebut dipopulerkan oleh tim nasyid Suara Persaudaraan. Sangat mengena dan mengingatkan kita bahwa kematian dan maut sungguh dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Pertanyaanya kemudian adalah apakah kita sudah cukup berbekal ketika saat tersebut tiba. Ketika malaikat maut mengetuk pintu rumah kita dan mencabut nyawa kita tanpa kita bisa menolaknya atau bahkan menundanya meskipun hanya sedetik. Selanjutnya yang muncul sebagai pertanyaan, hendak mati seperti apakah kita? Seperti apa orang mengenang kita setelah mati? Mungkin pertanyaan tersebut terkesan sangat duniawi, tetapi hal itulah yang menunjukkan cara hidup kita selama hidup di dunia. Ibarat peribahasa, gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Nah, nama yang ditinggalkan bisa nama yang baik atau nama yang buruk itu bergantung pada perikehidupannya selama di dunia. Hal lain yang terpenting adalah ketika kita mati berarti kita harus sudah mempersiapkan diri untuk kehidupan kekal di akhirat. Amal ibadah kita selama di dunia yang menjadi salah satu penentunya. Pertanyaan yang muncul adalah kita ingin menghadap Allah dengan bagaimana? Apa amalan unggulan kita yang bisa menjadi kendaraan kita menuju surga-Nya? Bagaimana kita mempertanggungjawabkan semua yang telah kita lakukan di dunia termasuk segala kelalaian dan kesalahan kita kepada-Nya? Telahkan kita menunaikan hak Allah, hak orang tua, dan hak orang lain, makhluk, dan alam dengan baik? Dan pertanyaan terpenting, seberapa besar dan banyak bekal yang kita bawa untuk menghadap-Nya? Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |