Cari berdasarkan:



Wajah Terakhir
 


Maaf, stock buku kosong atau out-of-print.


Wajah Terakhir 
oleh: Mona Sylviana
> Puisi & Sastra » Sastra

Penerbit :    Gramedia Pustaka Utama
Edisi :    Soft Cover
ISBN-13 :    9789792274431
Tgl Penerbitan :    2011-08-00
Bahasa :    Indonesia
 
Halaman :    152
Ukuran :    135x200x0 mm
Berat :    132 gram
Sinopsis Buku:
Mata Mona tajam melihat hal-hal sehari-hari yang seringkali luput dari pengamatan. Pada saat yang sama cerpen-cerpennya juga tidak malu-malu memuntahkan tabu dan abjek, termasuk hasrat membunuh, keraguan pada agama, dan borok-borok dalam keseharian kita, termasuk dalam diri orang-orang terhormat.
(Aquarini P. Prabasmoro, staf pengajar jurusan Sastra Inggris Fasa Unpad)

Kita pembaca dihadapkan dengan dunia yang kita�sekurang-kurangnya sebagian besar dari kita�tidak kenal; dan kita dibuat kaget dengan penjelasan yang terperinci mengenai betapa mesum dan jijiknya dunia tersebut. Dengan sengaja Mona menggunakan gaya sastra yang disebut �dirty realism��pendekatan realistis yang mengutamakan hal-hal menjijikkan sengaja untuk mendongkrak pembaca dari rasa puas diri sambil membaca fiksi hiburan.
(C.W. Watson, profesor di University of Kent, Inggris)

Jangan berharap menemukan protagonis yang identik dengan hero atau heroin dalam cerita-cerita ini. Mereka tampil �cacat�, seperti karakter di film-film Lynch dan karena itu terasa sangat nyata dan �gelap�.
(Linda Christanty, penulis)

Saya bersyukur bahwa Mona melanjutkan tradisi susastra yang bersungguh-sungguh, sabar, dan cermat, tanpa kehilangan kehalusan sekaligus keliarannya dalam kebebasan penulisan.
(Seno Gumira Ajidarma, penulis)

Lewat antologi cerpen ini Mona membuktikan bahwa menulis itu bukan sekadar memerlukan kemampuan mendeskripsikan pikiran, melainkan juga cara mengolah pikiran itu.
(Nana Suryana Sobarie, peminat buku)




Resensi Buku:

  
oleh: istiana nur vidayanti
Potret Kehidupan Wanita dalam Wajah Terakhir Judul buku : Wajah Terakhir Pengarang : Mona Sylviana Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : 2011 Tebal buku : xi + 143 Dalam buku Wajah Terakhir ini, Mona Sylviana mengangkat berbagai cerita yang tidak biasa. Ia mengangkat hal-hal yang luput dari perhatian kita. Mona Sylviana sendiri merupakan tamatan Fikom Unpad. Tetapi ia lebih banyak menghabiskan waktu di Gelanggang Seni, Sastra, Teater, dan Film (GSSTF) Unpad. Itu yang membuatnya sulit berpisah dengan teater dan sastra. Karena itu ia dapat menghasilkan cerpen-cerpen yang telah dimuat dalam berbagai koran dan majalah. Selain itu, cerpen-cerpennya juga terkumpul di Improvisasi X (bersama Hikmat Gumelar dan M. Syafari Fidaus, 1995), Sastra Indonesia Angkatan 2000 (2000), Dunia Perempuan (2002), dan Living Together (Biennale Sastra Internasional, 2005). Baru setelah itu semua cerpen yang sudah pernah dimuat tersebut kini dikumpulkan dalam suatu kumpulan cerpen berjudul Wajah Terakhir. Salah satu cerpen yang ada berjudul sama dengan judul buku kumpulan cerpen ini, yaitu Wajah Terakhir. Cerpen ini menceritakan seorang gadis bernama Maria. Ia adalah gadis keturunan Cina yang menjadi korban kerusuhan di Jakarta, saat itu ia menjadi korban pemerkosaan. Setelah kejadian itu, Maria memilih meninggalkan Jakarta. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang lelaki yang meminta bantuannya untuk menjadi penerjemah bagi ayahnya ketika harus menemui dr. Foo untuk kemoterapi. Dan tanpa disangka ternyata lelaki itu adalah anak dari orang yang telah memperkosanya dulu. Tidak hanya cerita tersebut yang menarik, cerita lainnya juga mengangkat kisah betapa rusaknya dunia ini dan betapa wanita tidak dihargai kehormatannya. Dilihat dalam cerita Kereta Api Malam yang sebelumnya pernah dimuat di Media Indonesia tahun 1999. Disini diceritakan betapa seorang ibu bernama Garwa yang keluarganya hancur tidak karuan. Suaminya menghabiskan uang keluarganya untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan bahkan bermain wanita. Disisi lain Garwa harus memikirkan biaya pendidikan kedua anaknya. Garwa tidak punya pilihan lain kecuali meminta tolong kepada ibunya, tetapi suaminya tidak menginginkan hal itu. Ia tidak ingin terlihat gagal rumah tangganya dimata ibu Garwa. Padahal tanpa bantuan ibu Garwa, ia hanya dapat menyediakan seekor tikus yang ia olah sedemikian rupa menjadi sebuah makanan untuk disajikan kepada suaminya. Masih banyak cerpen menarik lainnya seperti Pernikahan (Kisah Perempuan Nadin) yang menceritakan seorang gadis yang dilarang menikah oleh ibunya karena trauma ibunya di masa lalu. Atau kisah seorang istri yang ditinggal suaminya sehingga harus menjual seluruh hartanya hingga menjual ginjalnya demi mencukupi kebutuhan hidup anaknya seperti dalam cerpen Mata Andin. Ada juga kisah seorang wanita petugas perpustakaan yang jatuh cinta dengan seorang lelaki muda yang meminjam buku di perpustakaan itu. Tapi, wanita itu hanya mampu memendam perasaan itu karena usia mereka yang terpaut jauh. Kisah ini disampaikan secara detil dalam cerpen berjudul Suara Tua. Dalam cerpen-cerpennya Mona tidak membiarkan pembacanya menerka bagaimana akhir dari cerita-cerita itu. Mona selalu memberi kejutan pada setiap akhir ceritanya. Sangat jelas bahwa dalam kumpulan cerpen ini Mona benar-benar ingin mengangkat kehidupan wanita yang begitu keras dan kejam. Setiap tokoh dalam cerita tersebut adalah seorang wanita dengan berbagai kisah hidup yang kelam. Pada setiap cerita, Mona membahas suatu permasalahan yang nyaris luput dari perhatian kita. Hal-hal yang dianggap tabu dan terkesan menjijikkan justru ia kupas secara detail pada setiap cerpen. Misalnya, ia menerangkan, bukan hanya sekali, dengan gaya bahasanya yang begitu hidup dan nyata bagaimana air kuning kemerahan pekat bercampur nanah mengalir dari vagina seorang wanita yang menderita penyakit sifilis. Hal itu menjadikan pembaca mengerti sifilis bukanlah sekedar nama penyakit yang sering terdengar di telinga kita, tetapi pembaca mengerti betapa tersiksa dan sakitnya seorang wanita yang mengidap penyakit ini. Mona juga tidak hanya mengulas kehidupan kotor wanita, ia juga menceritakan betapa kejamnya lelaki dalam memperlakukan wanita. Terlepas dari kepiawaian Mona dalam memaparkan setiap detail permasalahan dalam cerpennya, ada kejanggalan dalam cerita yang berjudul Takada Bulan, Bobi Pun Jadi. Dalam cerpennya ini diceritakan seorang ibu yang menulusuri jalan pulang malam hari dengan perasaan khawatir yang menyelimuti hatinya. Ibu itu membayangkan hal-hal mengerikan yang selama ini disingkirkan jauh-jauh dari khayalan orang pada umumnya. Namun akhir dari cerita ini tidak ada kaitannya dengan awal cerita yang dipaparkan, kucingnya mati dibakar anak semata wayangnya. Hal ini menjadikan makna cerpen tidak tersalurkan kepada si pembaca. Buku karya Mona Sylviana, penulis yang pernah diundang dalam residensi �Ubud Writers & Readers Festival� ini berisi cerita-cerita tentang wanita yang seharusnya hanya dinikmati oleh orang-orang dewasa. Sayangnya, dalam cerpen ini tidak disediakan kategori umur bagi pembaca. Hal ini akan membuat cerpen ini jatuh pada orang yang salah, yaitu anak dibawah umur. Sehingga buku kumpulan cerpen ini bagi sebagian orang akan dianggap sebagai buku porno yang berisi adegan-adegan vulgar padahal maksud Mona adalah ingin menunjukkan secara lebih dekat kehidupan di sekitar kita. Melalui cerpen-cerpen dalam buku ini, kita diajak untuk membuka pikiran serta meneliti setiap sudut permasalahan kecil yang ada. Terutama bagi para wanita, kumpulan cerpen ini begitu penting karena menyadarkan agar para wanita selalu waspada terhadap dunia gelap yang sewaktu-waktu dapat merenggut kehidupan dan masa depan mereka. Oleh karena itu, kumpulan cerpen ini cocok untuk melengkapi koleksi bacaan Anda.


Add your review for this book!


Buku Sejenis Lainnya:
oleh Gol A Gong
Rp 35.000
Rp 29.750
Air matamu mengerak di penggorengan tak berminyak.
Suaramu mengepul mengiris malam.
Tubuhmu berdetak berkeringat direguk ...  [selengkapnya]
oleh Y. B. Mangunwijaya
Rp 69.000
Rp 58.650
  [selengkapnya]
oleh Utuy Tatang Santani
Rp 29.000
Rp 24.650
Dina ieu buku dimuatkeun dua karya Utuy Tatang Sontani ngeu-naan Sang Kuriang. Dina bagian kahiji, dijudulan "Sang Kuriang", mangrupa ...  [selengkapnya]
oleh Amir Hamzah
Rp 25.000
Rp 21.250
Amir Hamzah adalah penyair yang lembut. Lirik-liriknya selalu menyuarakan kesyahduan hati dengan pilihan kata yang kaya sekaligus menuntut ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement