|
Sinopsis Buku: Rasa syukur adalah kunci utama kebahagiaan yang ada di tangan kita karena jika kita tidak bersyukur, sebanyak apa pun yang kita miliki, kita tidak akan bahagia---karena kita akan selalu menginginkan hal lain atau lebih banyak lagi."
Brother David Steindl-Rast Kutipan di atas rasanya sangat mencerminkan tingkah polah sebagian masyarakat kita, khususnya mereka yang punya jabatan, wewenang atau kekuasaan. Tak bisa menyukuri apa yang sudah dimiliki dan selalu merasa kurang. Korupsi dan pencurian dalam beragam bentuknya makin merajalela dan terang-terangan. Masyarakat merasa semakin dipinggirkan oleh orang-orang yang mereka pilih untuk mewakili mereka di kursi pemerintahan, namun ternyata tak tahu diri berterima kasih. Dulu, kita masih bisa melawan imperialisme dan kolonialisme karena keduanya tidak bertopeng. Kaum penjajah tidak memakai kedok sehingga dengan mudah kita mengenali mereka. Sekarang, kaum penjajah sudah tidak terkendali lagi. Mereka menggunakan berbagai macam kedok, dari kedok budaya hingga agama. Melawan mereka bisa diartikan melawan agama karena mereka memang sangat lihai. Agama telah dikaitkan dengan politik dan ekonomi sedemikian rupa sehingga sudah tidak jelas lagi mana urusan agama dan ulama, mana urusan politik dan politisi, dan mana pula urusan ekonomi dan ekonom. Beragam keprihatinan itulah yang mendorong para pecinta negeri ini untuk berbagi rasa dan pikiran melalui buku ini. Mereka ingin bangsa Indonesia Bangkit dari kemiskinan, keterbelakangan, keterpurukan. Tulisan mereka akan (i) menginspirasi dan memotivasi kita untuk menyiapkan diri menghadapi krisis global yang mulai menghantui dan telah menelan korban di negeri; (ii) memperkokoh komitmen kita terhadap keadilan, kesatuan, kemakmuran dan kesejahteraan negeri ini; (iii) mendorong kita untuk berbuat lebih untuk hidup kita maupun lingkungan kita; (iv) membuat kita lebih bisa mensyukuri apa pun yang kita terima dan alami sehingga hidup menjadi lebih tenang dan berarti. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |