|
Sinopsis Buku: Melalui buku ini, Rumi memberi kita kearifan yang dalam dan universal. Lewat celoteh burung kakaktua misalnya, seperti dikutip di atas, Rumi menunjukkan kepada kita tentang tujuan hidup.
"Matilah sebelum kau mati", mengingatkan bahwa kita terlahir untuk mati. Kematian akan datang menjemput sekalipun kita berusaha kabur darinya hingga ujung langit atau sembunyi di benteng besar dan tinggi. Demikianlah, Rumi mengingatkan kita tentang hakikat hidup melalui kakaktua. Di samping kisah tentang kakaktua, ada banyak kisah menawan lainnya yang akan memberi kita banyak hikmah. Dilengkapi dengan lukisan dari seorang pelukis wanita muda dari tradisi lukisan miniatur Indo-Pakistan, cerita Rumi dihadirkan kembali sehingga lebih mudah dibaca. *** "What an inspiring work! Kisah-kisah dalam buku ini sarat dengan living values. Membaca dan merenungkannya akan menghantarkan kita pada soul consciusness dan spirit consciousness." --Rani a. Dewi, Ketua Panitia Nasional 800 Tahun Jalaluddin Rumi Resensi Buku:
inspirasi menawan dari Rumi oleh: Dita Ayu Pratiwi Siapa yang tidak kenal dengan kemasyhuran sosok penyair terkenal dari Persia yang bernama Jalaludin Rumi. Beliau dan karya-karyanya yang menawan telah memiliki tempat khusus di hati para pengagumnya. Karyanya telah banyak diterjemahkan dalam pelbagai bahasa seperti bahasa Turki, Urdu, Sindhu, Bangali. Bahkan cahaya kearifannya menjalar sampai ke berbagai belahan bumi, termasuk Eropa. Maka tak heran puisinya diterjemahkan pula dalam bahasa Inggris, Ceko, Jerman, Swedia, dan Italia. Pemikiran dan makna yang terkandung disetiap karyanya adalah sebuah inspirasi yang universal yang berisi tentang hakikat kehidupan. Itulah alasannya banyak orang yang mengagumi karya beliau. Bukan hanya puisi saja yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa, salah satu karya yang paling terkenal yaitu Matsanawi, ikut berpindah bahasa pula. Matsanawi adalah sebuah buku yang penuh dengan kisah dan parabel, legenda, dan fabel. Hal yang menarik bahwa kecintaannya pada hewan, seperti burung dan binatang lainnya menjadi dasar beliau menyelipkan makna mendalam tentang cinta dan kehidupan. Abdul Rahman Azzam penulis �kisah-kisah Rumi� memberikan warna lain dari karya-karya Rumi yang telah banyak dipublikasikan orang lain. Sependapat dengan Profesor Annemarie Schimmel yang memberi kata pengantar dalam buku ini. Beliau mengatakan bahwa sebuah �kuplet spiritual� jarang diberi gambar-gambar hiasan karena buku-buku agamis dirasa tidak seharusnya berisi gambar makhluk aneh sebagaimana berlaku di sebagian besar negeri islam. Namun, dalam buku ini terdapat lukisan-lukisan karya Fatiha Zahra Hasan. Lukisan tersebut memberikan ilustrasi yang baik untuk kisah-kisah rumi. Tidak bertujuan untuk memberikan kehidupan yang �nyata� namun sekedar membantu memahami makna yang dalam disetiap kisahnya. Ditambah dengan border dan heading bab yang menarik menjadi pelengkap cantiknya desain sebuah buku. Inilah yag menjadi keunggulan yang dimiliki buku ini dibanding buku-buku lain yang menceritakan kisah-kisah atau karya dari Rumi. Terbagi menjadi tujuh bab. Tiap bab terdiri dari dua atau lebih judul cerita yang diawali dengan prolog. Prolog cerita menceritakan tentang sosok Rumi dan Kehidupan yang dijalaninya. Bab 1 terdiri atas dua judul kisah yaitu �Penjual minyak wangi dan burung kakaktua� dan �Nabi Sulaiman dan Malaikat Maut�. Dalam kisah kakaktua penulis menceritakan bahwa Rumi mengajarkan kita untuk tidak menilai seseorang dengan standar penilaian kita. Ini tersirat ketika kakatua yang botak dan pandai berbicara melihat seorang pengelana yang botak pula. Kakatua itu berkata kepada penggembala apakah kepala botaknya itu karena dia memecahkan botol parfum. Mengingat kakatua itu berkepala botak karena dipukul oleh tuannya setelah dia memecahkan botol minyak wangi milik tuannya itu. Cerita tentang kakatua tidak berhenti pada makna itu, Rumi sampai pada kata-kata �Matilah sebelum kau mati�. Kalimat itu memberi pemahaman bahwa semua terlahir untuk mati, karena kematian adalah sesuatu yang tak bisa dielakkan oleh siapapun sebesar apapun usaha untuk menghindarinya. Kemudian penulis mengantarkan pada kisah kedua dengan makna yang sama, diingatkan tentang kematian. Kisah seorang bangsawan di Yerusalem yang bertemu dengan Sang Malaikat Pencabut Nyawa. Bangsawan mengadu kepada Raja Sulaiman dan meminta untuk dihindarkan dari kematian dengan cara pergi ke daerah Hindustan. Dengan kekuasaan raja Sulaiman, secepat kilat bangsawan telah berada di daerah pedalaman Hindustan. Pada hari yang sama, Raja Sulaiman pun langsung bertanya kepada Izrail perihal tugasnya, mengapa ketika itu Sang Malaikat tidak jadi mencabut nyawa Si bangsawan. Malaikat Izrail tidak mungkin salah dalam mengemban tugas dari Tuhannya. Malaikat izrail pun menjelaskan bahwa pada hari ini ia seharusnya mencabut nyawa bangsawan di daerah Hindusatan sesuai dengan ketentuan Tuhan yang tertulis dalam Lauhul Mahfuz. Tapi Izrail malah mendapatkan dia masih berada didaerah Yerusalaem. Izrail sendiri kebingungan, dia harus mencabut nyawa Si bangsawan hari ini juga. Bahkan jika Si bangsawan memiliki seribu sayap untuk terbang, mustahil dalam tempo satu hari dia bisa berpindah dari Yerusalem ke Hindustan. Raja Suaiman pun menjawab dan meyakinkan bahwa orang yang dicari sekarang telah ada di Hindustan. Dengan disajikan dengan bahasa yang indah dan puitis, cerita terkesan lebih hidup maknanya. Seperti percakapan antara malaikat Izrail dan Raja Sulaiman tadi. Tentu saja makna mendalam itu tidak akan tersampaikan dengan baik jika gaya penceritaan ditulis seperti percakapan manusia biasa. Kisah dibab selanjutnya ada �Dua Pemburu Beruang� dan �Berhati-hati Berkawan dengan Seekor Beruang�. Kisah tentang Beruang membawa kita terhadap makan bersyukur atas apa yang telah kita capai. Tidak berangan-angan untuk mencapai sesuatu yang lebih sebelum itu tercapai. Begitu pula kisah manusia yang berteman dengan beruang. Sangat tidak disarankan bagi manusia untuk berteman dengan seekor binatang buas seperti beruang. Sifat makhluk hanya bisa berubah sejauh yang diizinkan Alam. Kita semua dapat berjuang untuk menjadi lebih baik dalam batasan yang hakiki, karena kita semua terbatas oleh itu. Selain kakaktua dan beruang, ada pula kisah sang kelinci, si unta, lembu, dan domba yang memberi banyak makna yang dapat diambil dari cerita-cerita buku ini. Cerita tentang manusia disajikan untuk melengkapi cerita Matsanawi Rumi seperti kisah �Mahasiswa dan tukang kebun�, �Sang Sultan dan Ayaz�, �Bayi diatas Atap�, �iman Ali san Si Fakir�, � Pandai emas yang menolak Menjual Emas� dan masih banyak lagi. Total cerita dalam buku ini berjumlah 20 kisah. Buku ini disarankan untuk dibaca bagi para pelajar, mahasiswa yang notabenenya masih dalam proses belajar dan mencari makna dari kehidupan. Sesuai dengan karakter karya dari Rumi yang bersifat universal. Selain pelajar dan mahasiswa, semua kalanganpun dapat membaca dan mengambil sari mendalam tentang kehidupan dari buku ini. Bahkan untuk anak kecil tentu dengan bimbingan orang tuanya bisa dijadikan untuk sumber ilmu dan dasar pendidikan agama yang baik. Untuk kalangan para penyair karya rumi pastinya telah menjadi makanan sehari-hari karena keindahan bahasa dan ketajaman maknanya, begitu pula para filusuf yang gemar mencari makna tersembunyi dari setiap kata. Referensi yang baik untuk para penulis dalam melihat gaya perceritaan dan pesan-pesan yang tersimpan dalam tulisannya itu. Buku ini sangat baik ditopang dengan harga yang relatif terjangkau untuk semua kalangan. Sejauh ini belum menemukan kekurangan dari buku ini. Hanya saja butuh keahlian untuk bisa memahami karya ini. Karya Rumi bisa membuat bingung karena pemikiran dia yang terlampau jauh tentang makna cinta dan kehidupan, sedang ilmu kita belum sampai pada itu. untuk itu disarankan untuk berdiskusi dengan sesame teman untuk menyingkap pemikiran dalam karya-karya Rumi. Salut bahkan lebih untuk inspirasi menawan Jalaluddin Rumi. Add your review for this book! Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |