|
Sinopsis Buku: Pagi yang cerah, 15 April 1935, di pojok desa bernama Ponggok yang terletak di lereng Gunung Merapi tepatnya di Kabupaten Klaten, terdengarlah tangis seorang bayi yang baru dilahirkan dengan pertolongan dukun bayi. Hari itu telah lahir seorang bayi laki-laki putera keenam Bapak dan Ibu Soedarman Wongsowihardjo, diberi nama Soegiarto. Desa Ponggok adalah desa yang subur dan merupakan sumber air. Desa ini bersebelahan dengan desa Cokrotulung, kedua desa itu dikenal sebagai sumber air bagi kota Surakarta dan kota-kota lainnya seperti Klaten, dan Delanggu.
Keluaraga Wongsowihardjo yang tengah berbahagia ini merupakan keluarga yang bersahaja. bapak Wongsowihardjo adalah karyawan pabrik gula, sehingga beliau dan keluarga sering berpindah-pindah dari pabril gula yang satu ke pabrik gula yang lain. Oleh karena itu Soegi kecil-panggilan akrab di kalangan keluarga-harus ikut berpindah-pindah. Soegiarto mempunyai enam orang saudara, tiga wanita dan tiga laki-laki dan Soegi adalah nomor enam. Kakaknya nomor 5 (Darjo) dan adiknya, nomor 7 (Kerini-yang terakhir) meninggal dunia waktu kecil. Ketika Ibu kandungnya meninggal, Soegi yang baru berumur satu setengah tahun diasuh, sekaligus dipinjam oleh keluarga Karto, pamannya, dibawa ke Desa Gawok. Proses pinjam anak-anak ini diyakini oleh suku Jawa bahwa kalau lama tidak mempunyai anak, kemudian meminjam dengan merawat baik-baik anak tersebut maka akan segera dikaruniai anak. Kepercayaan tersebut ternyata bertuah. Keluarga Pak Karto kemudian dikaruniai dua orang anak perempuan. Pada suatu hari, Soegi kecil yang masih berada pada keluarga Karto jatuh sakit. Soegi kecil terisak badannya panas, namun datang ke rumah Pak Karto. Mengetahui adiknya sakit, naluri sebagai seorang kakak muncul. Digendongnya Soegi, cepat-cepat dibawa pergi berjalan menyeberangi sungai menuju rumahnya di Nanggulan untuk diserahkan kembali kepada kedua orang tuanya. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |