|
Sinopsis Buku: PENDEKAR SENDANG DRAJAT
PESISIR UTARA MAJAPAHIT DI ABAD KE-16 VIDDY AD DAERY Di usia senja kekuasaannya, Kerajaan Majapahit yang rapuh secara politik kehilangan kendali �hukum�. Tak ada lagi aturan, tak ada lagi moral, tak ada lagi tata susila. Kehidupan masyarakat kacau-balau: angkara murka merajalela, kejahatan merebak di mana-mana, perampok dan oknum penguasa semena-mena terhadap rakyat jelata. Pada masa itulah berkelebatan seorang pendekar sakti mandraguna. Dalam pengembaraannya, sang pendekar kerap berikhtiar mengamankan kawasan pesisir utara dari sepak terjang kaum durjana. Namun, pendekar itu�yang merupakan cucu Sunan Drajat dan Sunan Sendang Duwur�tak hanya mengumbar kekerasan terhadap penjahat, tapi juga memberi pencerahan dengan bahasa dakwah yang lembut dan damai. Melanjutkan tradisi SH Mintardja, Pendekar Sendang Drajat adalah novel silat tentang wilayah paling utara Majapahit di tahun 1500-an�wilayah itu dulu disebut Pamotan-Tuban (kini bernama Lamongan), tempat benteng pasukan Majapahit paling berani. Inilah karya yang mengungkap satu fragmen riwayat kerajaan terbesar di Nusantara yang tak terkupas oleh buku-buku sejarah kerajaan. �Saya adalah orang yang paling merasa senang ketika ruang yang selama ini diam sepeninggal pendekarnya itu mulai bergerak. Saya mencatat, setidaknya setelah Singgih Hadi Mintardja (SH Mintardja ) membesut Nogososro dan Sabuk Inten serta Api di Bukit Menoreh, lebih sepuluh tahun sepeninggalnya, ranah sastra silat langsung membeku. Arswendo Atmowiloto yang membesut Senopati Pamungkas entah mengapa tidak lagi menulis buku sejenis. Asmaraman Sukowati Khoo Ping Hoo, dalang cersil China, telah meninggal. Sementara Herman Pratikto, pembesut Bende Mataram, tidak ada kabar kelanjutannya. Setelah saya melepas pentalogi Gajah Mada, ruang kosong itu bergolak lagi. Ada Hermawan Aksan yang bercerita tentang Dyah Pitaloka menggunakan cara pandang Sunda. Ada pula Remi Silado yang bertutur tentang Diponegoro. S. Tidjab pun turun gunung melalui Pelangi di Atas Glagah Wangi, demikian pula Gamal Komandoko lewat Ken Arok, Banjir Darah di Tumapel. Berikut ini, sebuah kisah yang membuat saya agak terenyak. Majapahit di tahun 1500-an diolah dalam judul Pendekar Sendang Drajad oleh Viddy AD Daery, menempatkan kita lebih mudah belajar sejarah tanpa berniat belajar sejarah.��Langit Kresna Hariadi, penulis pentalogi Gajah Mada Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |