|
Sinopsis Buku: Ushman hanya memiliki satu impian: membawa Farak, istrinya ke Amerika. Ia sudah menyiapkan segalanya. Rumah, kehidupan yang jauh lebih baik dibandingkan di Iran, dan jutaan rencana-rencana masa depan yang indah. Hingga suatu ketika, Ushman mengetahui bahwa Farak akan meninggalkannya. Semua impiannya hancur berantakan.
Hingga suatu ketika ia bertemu dengan seorang gadis Amerika. Mereka pun saling jatuh cinta. Memang tidak mudah menjalin cinta dengan dipenuhi prasangka-prasangka rasis. Namun, mereka akhirnya menyadari, selalu ada benang merah yang menghubungkan setiap orang, tak peduli ras, asal, agama, atau kelas sosial: hakikat sebagai manusia. Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Kikit Shakti Helaz Jarang saya terlena membaca sebuah buku hingga rela menghabiskannya dalam waktu sehari saja. Buku yang ditulis oleh Meg Mullins ini berlatar belakang kota New York yang ditinggali Ushman, seorang imigran asal Iran yang mencoba mencari peruntungan dengan berjualan permadani di negeri orang. Kepribadian Ushman digambarkan begitu kompleks. Perasaan inferior, tekanan untuk membahagiakan keluarga, hingga proses pencarian identitas yang tak kunjung berakhir. Meg Mullins mensketsa kehidupan Ushman sebagai seorang perantau asing di negeri adidaya hingga akhirnya ia terjebak dalam kenangan-kenangan yang mengakibatkan hidupnya terbungkus rasa kalut. Perasaan terasing ini tak berubah meskipun usaha permadaninya membuahkan hasil yang signifikan. Apa sebab? Selama masa perantauan, Ushman meninggalkan istrinya yang bernama Farak di kampung halamannya, Tabriz. Ushman sebenarnya tak rela meninggalkan Farak. Namun lima kali keguguran yang dialami Farak membuat ia menyarankan Ushman untuk merantau mencari penghidupan yang lebih baik. Ushman pun menurut. Tanpa ia sadari, itu sebuah proses perpisahan yang menyakitkan. Tiga tahun lamanya Ushman merantau dan membesarkan usaha permadaninya. Ia begitu merindukan istrinya. Hingga pada suatu malam ia menelepon Farak, dan mendapati pengakuan pahit dari mulut istrinya tersebut. Dan Ushman semakin jatuh dalam keterasingan yang teramat sangat. Stella pun datang. Sembilan belas tahun umurnya, berambut pirang, berkulit halus, dengan semangat membara. Hanya Tuhan yang tahu mengapa Stella datang di saat Ushman berada dalam masa kehilangan. Dan siapa sangka, perbedaan budaya tak menghalangi mereka untuk saling jatuh cinta. Hingga akhirnya sebuah konklusi harus ditetapkan. The Rug Merchant, ditulis dengan keteraturan. Buku ini menggambarkan sebuah anekdot dalam keluarga. Seakan kita sedang membaca diri sendiri di dalamnya. Rasa kehilangan, rasa takut, rasa terasing-- seperti genangan darah di atas karpet, bisa dihilangkan namun masih tercium anyirnya. Saya jatuh cinta pada tokoh Ushman. Ideologi yang dimilikinya mengguratkan alasan-alasan yang memang pantas untuk dicerna. Dan kisah Ushman adalah intisari yang paripurna dengan bercerita pada kita semua, makna kemunafikan, pengkhianatan, hingga cinta yang tak mengenal batasan. Konklusi dangkal dari buku ini adalah ternyata akhwat bercadar pun belum tentu bisa menjaga kehormatan dan mengerti makna integralitas kesetiaan.(ksh) ![]() Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |