Cari berdasarkan:



Tanah Tabu
 


Maaf, stock buku kosong atau out-of-print.


Tanah Tabu 
oleh: Anindita S. Thayf
> Fiksi » Sosial, Budaya & Sejarah

Penerbit :    Gramedia Pustaka Utama
Edisi :    Soft Cover
ISBN :    40101090010
ISBN-13 :    9789792245677
Tgl Penerbitan :    2009-05-00
Bahasa :    Indonesia
 
Halaman :    240
Ukuran :    110x180x0 mm
Sinopsis Buku:
*Pemenang I Sayembara Novel DKJ 2008*

"Di ujung sabar ada perlawanan. Di batas nafsu ada kehancuran. Dan air mata hanyalah untuk yang lemah."

Mabel percaya takdir akan berakhir buruk jika kita tidak menjaga langkah, apalagi bagi perempuan seperti dirinya. Tapi Mace, sang menantu, belum bisa melupakan trauma pada masa lalu. Sementara Leksi, cucu kesayangan Mabel, masih suka semaunya sendiri. Beruntung ada ada Pum dan Kwee yang bisa diandalkan. Bersama keduanya, si kecil Leksi berlajar menjalani hidup yang keras di atas Tanah Tabu.

Dan, pada kita semua, Mabel berpesan, "Kita harus tetap kuat.... Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak-cucu kita. Mereka harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik."

Anindita tidak menulis sebuah novel etnografi dengan semangat eksotisme kolonial, melainkan dengan perspektif emik yang penuh empati. Melalui novel ini saya berkenalan dengan Leksi, seorang bocah Papua, yang dengan kenaifannya justru menunjukkan kritisisme cerdas; juga Mabel yang menjadi eksemplar seorang perempuan hebat tanpa perlu ribet dan genit dengan retorika la aktivis perempuan menengah-kota. -Kris Budiman, Kritikus Sastra, Juri Sayembara Novel DKJ 2008-

Sosok Mabel dalam novel ini menampilkan perempuan yang melawan diskriminasi dalam konteks sosio kultural dan politik masyarakatnya.
--Linda Christanty, Penulis dan Jurnalis, Juri Sayembara Novel DKJ 2008-

Tanah Tabu menarik bukan saja karena penguasaan atas materi penulisan yang baik, maupun penyusunan komposisinya, tetapi juga urgensi masalah, yang membuatnya sangat penting.
--Seno Gumira Ajidarma, Cerpenis, Novelis dan Wartawan, Juri Sayembara Novel DKJ 2008-




Resensi Buku:

  Review Tanah Tabu
oleh: Endhiq A Pamungkas
Tanah Tabu: Membaca Luka, Membaca Perlawanan Judul : Tanah Tabu Penulis : Anindita S. Thayf Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tebal : 240 halaman Cetaka : I, Mei 2009 Harga : Rp. 30.000 Papua Di cover depan dituliskan bahwa Tanah Tabu merupakan Pemenang Lomba Menulis Novel DKJ 2008. Beberapa tahun terkahir ini DKJ memang rutin menggelar lomba penulisan novel. Salah satu pemenang lomba penulisan novel DKJ yang sempat bikin heboh adalah Saman karya Ayu Utami. Sebagai novel pemenang lomba—apalagi pemenang pertama dan satu-satunya—tentu saya mengharapkan Tanah Tabu menawarkan sesuatu yang lain bila dibandingkan novel-novel Indonesia yang saat ini bertebaran di toko buku, yang rata-rata mengusung tema seragam: kalau tidak bertema keagamaan-keagamaan biasanya bertema seks. Oleh karena itu, dengan kehadiran Tanah Tabu saya berharap bisa menemukan tema lain.Apakah novel ini menawarkan tema lain itu? Tanah Tabu berlatar lokasi Papua—sebuah lokasi yang jarang disentuh oleh novel-novel Indonesia . Ada tiga narator dalam novel Tanah Tabu: Pum, Kwee dan Aku. Mereka saling bergantian menceritakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami atau pernah dengar. Antara Pum dan Kwee tidak jarang sering bersitegang. Pum yang merasa lebih tua merasa mempuyai hak untuk menasihati Kwee. Sementara Kwee yang lebih muda melihat Pum suka mengatur-ngatur. Tetapi mereka akan bersatu ketika melindungi tokoh Aku. Ke mana pun tokoh Aku pergi, Pum dan Kwee selalu menjaga dan menemani. Pum dan Kwee memang tokoh misterius dalam Tanah Tabu. Penulis novel ini, Anindita, begitu lihai menyembunyikan identitas Pum dan Kwee. Apabila tidak jeli kita akan terkecoh mengenal sosok Pum dan Kwee. Tanah Papua dalam Tanah Tabu diceritakan sebagai tempat yang mengenaskan. Tanah yang kaya akan emas ini menjadi jarahan kaum pendatang. Penduduk asli hidup miskin dan terbelakang. Kehidupan mereka semakin terpinggirkan dari zaman ke zaman. Ketika mereka ingin menuntut hak, malah dituduh sebagai pemberontak. Melawan kesewenang-wenangan berarti harus berhadapan dengan orang-ornag berseragam dan bersenjata. Ironi-ironi inilah yang diceritakan secara bergantian oleh Pum, Kwee dan Aku dengan gaya mereka sendiri-sendiri, yang kadang lucu, kadang mengharukan. Kompleksitas tema dalam Tanah Tabu yang meliputi masalah-masalah feminisme, militerisme, pasca kolinial dan politik, mampu ditulis dengan apik oleh Anindita. Terlihat kalau Anindita menguasai teknik penulisan novel dengan baik. Sudut pandang dalam Tanah Tabu memang melompat-lompat, tetapi tetap padu dalam sulaman-sulaman cerita yang utuh. Dengan teknik cerita yang “canggih” ini kita diajak masuk ke dalam suasana tanah Papua yang kadang-kadang magis, ironis, menakutkan dan penuh gejolak, dengan dahi tanpa harus berkurut, dan bisa-bisa justru kita tersenyum kecut. Dongeng lain tentang tanah Papua dalam Tanah Tabu ini memang menarik untuk dibaca. Mabel: Bukan Perempuan Tangung-Tangung Sosok Mabel dalam Tanah Tabu cukup sentral. Kwee menggambarkan Mabel sebagai perempuan sebesar gunung yang mampu mematahkan leher orang dewasa. Usia Mabel sudah tua tetapi masih bertenaga. Mabel lahir ketika Belanda datang ke Lembah Baliyem pada tahun 1946. Pasangan keluarga Belanda yang bertindak sebagai pemimpin rombongan kemudian menjadikan Mabel sebagai anak angkat. Mulailah Mabel berkelana mengikuti tuan barunya. Ikut dengan keluarga Belanda menjadikan Mabel terpelajar. Ia mampu berbahasa Indonesia dan Belanda dengan baik. Ia banyak membaca buku. Walaupun begitu, karena ikut keluarga Belanda yang tidak ingin penduduk pribumi bisa mengenyam pendidikan yang baik di sekolah, Mabel pun dilarang sekolah. Mabel berpisah dengan tuannya ketika Papua masuk kedalam wilayah Indonesia . Sang tuan harus meninggalkan Papua, kembali ke Belanda. Maka Mabel ditemani Pum harus hidup mandiri. Dari sinilah kehidupan Mabel yang sebenarnya dimulai. Dua kali Mabel menikah. Suami pertama meninggalkanya setelah terjadi perang suku. Suami keduanya pergi setelah para penambang emas mulai berdatangan. Setelah itu, Mabel hanya hidup ditemani Johanis, anaknya, dan Pum, sahabat karibnya. Sebagai perempuan yang menjadi tiang keluarga dan ibu, Mabel terus berjuang untuk hidup. Dia hidup dari berlandang dan menjaul hasil kebun. Awalnya, hidup Mabel tanpa ganguan sampai suatu malam ia ditangkap orang-orang berseragam dan bersenjata karena dituduh melindungi kaum pemberontak. Selama beberapa waktu ia disiksa dan diperlakuan tidak manusiawi agar mengakui kesalahan. Sampai akhirnya ia dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Sejak saat inilah Mabel mulai berubah. Ia yang awal-awalnya perempuan “biasa-biasa” saja berubah menjadi perempuan yang kritis terhadap kondisi lingkungannya. Siksaan ternyata justru menempanya menjadi perempuan yang tangguh. Mabel mengkritisi pertambangan emas yang tidak memperhatikan penduduk pribumi, militer yang sewenang-wenang, para suami yang gemar main pukul terhadap istrinya dan partai politik yang suka obral janji. Dengan caranya sendiri ia bertumbuh sebagai seorang feminis, yang tidak hanya membela kaum perempuan semata, tetapi juga membela orang-orang pribumi yang tertindas. Bisa dikatakan, Mabel-lah sang penjaga Tanah Tabu dari tangan-tangan jahat yang ingin menjarah. Terhadap itu semua Mabel selalu menganjurkan untuk selalu melawan. “Kita harus tetap kuat…Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak cucu kita. Mereka harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” pesan Mabel. Akankah Mabel mampu melindungi Tanah Tabu? Antara Etnografi dan Pasca Kolonial Tanah Tabu bisa dikatagorikan sebagai novel etnografi. Yaitu, sebuah novel yang ditulis oleh seorang penulis tentang “hal lain” yang baik secara goegrafis maupun antropologis berada di luar wilayah si penulis. Dalam biografi disebutkan Anindita dilahirkan di Makassar dan sekarang menetap di Yogyakarta . Dan, ia kemudian menjadikan Papua, sesuatu “hal lain”, sebagai latar lokasi dan tulang punggung novelnya. Maka lahirlah novel etnografi tentang Papua. Sebagai novel etnografi, Tanah Tabu menarik untuk disimak, bukan saja sebagai karya sastra, tetapi juga sebagai kajian antropogi. Cerita yang terudar di dalamnya memberikan pandangan-pandangan baru tentang tanah Papua. Kisah-kisah yang ada membuat kita lebih memahami tentang Papua yang sampai sekarang terus bergejolak dan mengapa tetap melawan—bahkan ingin memisahkan dari Indonesia .. Selain itu, Tanah Tabu juga mengudar gagasan pasca kolonial. Pasar dalam Tanah Tabu menghubungkan “dunia pribumi” dengan “dua asing”. Pengaruh-pengaruh pasca kolonial tergambar ketika Aku bertemu dengan seorang pemuda yang membawa hp produk terbaru ,tidak jauh dari pasar—hp sebagai simbol benda asing di kepala Aku yang “pribumi”. Juga di depan pasar ada jalan luas yang menghubungan dengan dunia lain yang hanya bisa dinikmati oleh kaum pendatang: komplek pertambangan emas. Komplek tersebut menampilkan dunia lain yang tidak boleh dimasuki oleh orang-orang “pribumi”. Dari sinilah jejak-jejak kolonial dalam bentuknya yang baru tergambar dengan jelas: dunia “penjajah” yang berbeda dengan dunia “yang dijajah”. Setelah Tentralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer, Tanah Tabu merupakan novel kekinian yang kembali mengangkat tema pascakonial. Tak pelak lagi kalau Tanah Tabu perlu diapresiasi secara lebih luas agar kajian pascakonial dalam karya sastra kembali bergairah.***


Add your review for this book!


Buku Sejenis Lainnya:
oleh Yoga Adhitrisna, Hari Prast
Rp 149.000
Rp 126.650
Sebuah koleksi karya yang merekam jejak kelahiran Demokreatif. Tiga puluh karya poster yang terakurasi di sini, niscaya memproklamasikan kemerdekaan ...  [selengkapnya]
oleh Lew Wallace
Rp 92.000
Rp 78.200
Yuda Ben-Hur hidup pada awal abad ke-1. Dia pedagang muda kaya-raya di Yerusalem. Ketika seorang gubernur baru datang ke kota itu, sahabat masa kecil ...  [selengkapnya]
oleh Koen Setyawan
Rp 43.000
Rp 36.550
UFO selalu menjadi isu menarik yang ramai di perbincang. Berbagai macam cerita dan kesaksian tentang UFO tersebar di seluruh dunia. Tapi taukah Anda, ...  [selengkapnya]
oleh Eiji Yoshikawa
Rp 64.000
Rp 54.400
Kondisi negeri yang terpuruk akibat keserakahan klan Taira, menguntungkan Yoritomo yang ingin ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement