|
Sinopsis Buku: Perlambang yang digunakan Abidah mengagetkan sekaligus mengangkat kita ke aras yang tinggi.
�Danarto, sastrawan Demikianlah pada dini hari, saat mayapada tersaput gairah mentari dan angin berembus membelai jiwa dengan semangat bayi, Odyssey bersama Fateema, atas petunjuk Tongkat Ajaib pemberian Rumi, berangkat menuju dataran Venus. Tak ada pembicaraan yang terdengar, kata-kata hanya berwajah gumam dan zikir panjang, zikir Khidr yang bergolak dan bergejolak. Gairah zikir itu berarak-arakan, berkonvoi mengiringi perjalanan Odyssey. Terbayang dalam benak Odyssey, gambaran sebuah papan besar yang membentang, di atasnya tertulis semua pelajaran yang akan diterimanya di Universitas Langit. Semangat Odyssey tak terkata-kata, habis nada dan irama untuk melukisnya. Abidah El-Khalieqy, lewat cerita-cerita pendeknya, mengajak kita semua untuk mengembara, berefleksi, bertanya, dan kadang-kadang menggugat. Berteriak memanggil Tuhan, mengajak perempuan yang ibu, juga nasib, pembebasan, dan penderitaan. Dua puluh cerita pendek untuk satu agenda abadi: pergulatan manusia untuk memilih takdirnya! Cerpen-cerpen Abidah El-Khalieqy berusaha menjelajah kawasan-kawasan baru yang masih berupa hutan larangan. Perlambang yang digunakan Abidah mengagetkan sekaligus mengangkat kita ke aras yang tinggi sehingga kita bisa memandang lanskap ke segala arah dengan jelas dan menarik. -�Danarto, sastrawan Bagi Abidah, peran bahasa sangat menentukan, dan karena itu dalam Mikraj Odyssey Abidah El Khalieqy berusaha membangun suasana dalam masing-masing cerpen melalui penggunaan bahasa. Melalui cara ini, semua unsur cerpen dapat tercipta dengan sendirinya. �Budi Darma, sastrawan Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |