Cari berdasarkan:



Satria Pinilih
 








Satria Pinilih 
oleh: Arwan Tuti Artha
> Politik & Hukum » Sosial & Politik

List Price :   Rp 32.500
Your Price :    Rp 27.625 (15% OFF)
 
Penerbit :    Galang Press (K)
Edisi :    Soft Cover
ISBN :    6028174009
ISBN-13 :    9786028174008
Bahasa :    Indonesia
 
Halaman :    176 hlm
Ukuran :    150x230x0 mm
Sinopsis Buku:
Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin baru, presiden baru. Dia haruslah mendapat mandat dari rakyat melalui pemilihan umum. Selain itu, yang lebih penting, dia harus menerima wangsit keprabon. Sebab, dalam paham Jawa, menjadi presiden, menjadi satria pinilih, adalah menjadi pemimpin bangsa yang sekaligus menjadi panutan rakyat.

Pertanyaannya, adalah panutan untuk memilih pemimpin yang adalah satria pinilih? Ini pertanyaan penting mengingat rakyat tidak mau memilih pemimpin yang keliru. Dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan matang untuk menemukan pemimpin sempurna. Pada masyarakat Jawa, pertimbangan itu dikenal sebagai delapan perwatakan (hastha brata) alam yang menjadi pedoman perilaku raja besar supaya dia adil, berwibawa, arif, dan bijaksana. Menurut ilu ini, seorang satria pinilih harus berwatak bumi, air, angin, lautan, rembulan, matahari, api, dan bintang.

Buku ini ditulis tidak untuk menebak satria pinilih. Juga tidak untuk membangkitkan Soeharto dari tidur panjangnya di Astana Giribangun, Karanganyar. Justru, ada sesuatu yang ditinggalkan Soeharto yang menarik dijadikan latar belakang munculnya satria pinilih. Sebab, kepemimpinan Soeharto sesungguhnya tidaklah semua buruk. Ada yang patut dikagumi namun ada pula yang boleh dicaci, ketika bangsa kita dilanda berbagai peristiwa tak menentu, akibat ulahnya sendiri. Benarkah kita hanya diam membisu? Barangkali, kita butuh seseorang yang bisa memberi kedamaian, petunjuk, pengayoman, kepemimpinan yang damai, dan jaminan kuat. Untuk itulah, satria pinilih harus diciptkan.




Resensi Buku:

  Menanti Sang Satria Pinilih
oleh: YB. Mahardhika
Istilah Satria Piningit atau Ratu Adil amat kuat tertanam di Indonesia. Inti konsepsi ini adalah bahwa karut-marutnya kondisi bangsa ini disebabkan oleh tidak adanya pemimpin sejati yang disebut Satria Piningit atau Ratu Adil. Menurut Arwan Tuti Artha, penulis buku Satria Pinilih: Siapa Pantas Jadi Ratu Adil? ini, konsep Satria Piningit atau Ratu Adil telah menjadi misteri yang seakan tiada pernah ada faktanya selama ini. Satria Piningit kerap diletakkan sebagai makhluk super yang ahistoris. Hingga muncul opini publik yang menandaskan bahwa tidak mungkin ada pemimpin sejati (baca: Satria Piningit) yang akan dipilih oleh rakyat dalam Pemilu 2009 ini. Baik itu Susilo Bambang Yudhoyono, M. Jusuf Kalla, Megawati Soekarno Putri, Boediono, Wiranto, dan Prabowo Subianto. Satria Pinilih Opini itu ada benarnya meskipun tidak tepat. Menurut Arwan Tuthi Artha, penulis buku ini, yang juga menulis buku Dunia Spiritual Soeharto; Menelusuri Laku Ritual, Tempat-tempat dan Guru Spiritualnya (2007), Satria Piningit harus dimaknai sebagai makhluk sosial yang melebut dalam transformasi sosial-politik. Maka dari itu, lanjut Arwan, Satria Piningit akan tampil sebagai Satria Pinilih (hlm. 25), yaitu sosok pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat dalam Pilpres 2009 nanti. Satria Pinilih inilah bentuk lain Satria Piningit. Sebabnya hanya satu; karena ia adalah pilihan Tuhan. Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Meski begitu, tidak sembarang pilihan rakyat layak disebut Satria Pinilih. Satria Pinilih haruslah seseorang yang benar-benar memiliki wahyu dari Tuhan atau wahyu keprabon (baca: kekuatan lahir-batin). Artinya, Satria Pinilih sebagai pilihan rakyat belum tentu dapat mewujudkan harapan rakyat jika tidak ada wahyu yang built-in di dalam dirinya. Wahyu itulah yang kelak akan membawanya menjadi orang yang dipanuti seluruh isi alam semesta. Karena itu, menurut penulis buku yang juga wartawan senior SKH Kedaulatan Rakyat ini, kekuasaan atau kepemimpinan yang tidak dilandasi wahyu hanya akan mengundang sambutan kasar seluruh alam. Kekuasaan nir-wahyu adalah mantra pemanggil gempa, pemanggul getar gunung merapi, pengundang wabah penyakit, dan penyulut kesemrawutan sosial. Ajaran Hastha Brata Persoalannya adalah bahwa wahyu itu tidak serta merta hadir di dalam diri sosok sang Satria Pinilih. Wahyu akan mendatangi Satria Pinilih jika ia mengamalkan ajaran universal yang disebut delapan perwatakan (Hastha Brata). Hastha Brata sendiri adalah konsep kepemimpinan praktis yang sejak lama telah dirumuskan oleh para pendiri nusantara ini (hlm. 12-15). Jika sang Satria Pinilih tidak mengamalkan ajaran ini, maka itu artinya tidak ada wahyu yang �jatuh� ke dalam dirinya. Sebaik apapun ia, sebanyak apapun suara rakyat yang mendukungnya, ia tetap layak disebut sebagai pemimpin abal-abal. Adapun delapan watak yang harus dimiliki oleh pemimpin pilihan rakyat adalah sebagai berikut. Pertama, hambeging kisma atau berwatak bumi, yaitu kaya hati, suka berderma, dan tidak pernah menggugat takdir. Kedua, hambeging tirta atau berwatak air, yaitu kepribadian yang mengalir, tenang, meyakinkan, dan memberikan kesejukan dan kesegaran bagi semua. Ketiga, hambeging samirana atau berwatak angin, yaitu karakter supel, lincah, fleksibel, mengerti persoalan kompleks dari segala perspektif, tidak berpikiran sempit, dan terbuka pada segala kemungkinan. Keempat, hambeging samudra atau berwatak lautan, yaitu sifat luas hati, siap menerima segala keluhan, dan tidak tebang-pilih. Kelima, hambeging candra atau berwatak rembulan, yaitu lihai mengarahkan rakyat untuk selalu mengingat Tuhan. Keenam, hambeging surya atau berwatak matahari, yaitu mental untuk memberi daya, energi, dan kepastian. Ketujuh, hambeging dahana atau berwatak api, yaitu sikap untuk menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak pernah menindas, memerintah dengan paksa, mendikte apalagi merasa paling benar sendiri. Kedelapan, hambeging kartika atau berwatak bintang, yaitu cita-cita tinggi, menjadi panutan bagi siapa pun, kokoh, dan teguh pendirian. Cara menandai Satria Pinilih yang memegang teguh prinsip hastha brata ini mudah sekali. Jika ia terpilih, maka langit dan bumi pun akan tenang. Negara yang berada di bawah kepemimpinannya akan aman dari marabahaya, musibah, bencana alam, keributan sosial, maupun kesulitan ekonomi. Itu semua karena ia adalah wadah wahyu Tuhan. Sehingga ia mampu mencipta suatu sistem kehidupan multidimensi yang adil. Pemimpin itulah yang disebut Ratu Adil. *** Buku yang ditulis dengan tuturan yang mengalir ini adalah upaya besar penulisnya untuk mengingatkan kita agar berhati-hati dalam memilih pemimpin Indonesia untuk periode 2009-2014 nanti. Jangan sampai pemimpin yang kita pilih ternyata seorang pemimpin gadungan yang akan mengantarkan kita menuju zaman kehancuran. Walaupun buku ini terkesan Jawa-sentris, akan tetapi sebenarnya ia ingin menandaskan panduan menunggu pilpres 2009 untuk menanti sang Satria Pinilih. Karena itu, buku ini sangat cocok dibaca oleh semua rakyat Indonesia dan terlebih lagi bagi presiden, anggota DPR, dan para pejabat yang menduduki jabatan barunya di tahun ini. Selamat membaca! * YB. Mahardhika Pembaca buku, tinggal di Medan


Add your review for this book!


Buku Sejenis Lainnya:
Globalisasi Dan Masa Depan Kekayaan Alam Indonesia
oleh Wahyuni Refi
Rp 45.000
Rp 38.250
  [selengkapnya]
Suatu Telaah Ekonomi Politik
oleh Widigdo Sukarman
Rp 50.000
Rp 42.500

Buku Liberalisasi Perbankan Indonesia ini merupakan telaah ekonomi-politik terhadap kebijakan Paket Juni (Pakjun) 1983 dan Paket Oktober ...  [selengkapnya]

oleh Kompasiana
Rp 54.800
Rp 46.580

Hadirnya Jokowi telah menyumbang nuansa baru di dunia politik Indonesia, terlebih ketika dia mencalonkan diri sebagai capres. Begitu pula sosok ...  [selengkapnya]

oleh Nasihin Masha
Rp 63.000
Rp 53.550
Kita harus kembali kepada jati diri sebagai Bangsa Pemenang. Tak ada kata kalah dalam kamus Bangsa Indonesia.

 “Seorang ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement