|
Sinopsis Buku: Sindrom sekolah telah mengalir ke seluruh peredaran darah dan menekan otakku. Merampok kebahagiaanku. Aku semakin tidak betah di sekolah. Ditambah lagi dengan keberadaan guru penghancur mental. Guru yang merendahkan martabat murid di depan umum. Guru yang tidak mempergunakan jangka sebagai alat mengajar, melainkan sebagai alat menghajar. Guru yang membuat kelas jadi sesunyi kuburan dengan dalih menciptakan suasana kondusif.
Sekolah seperti memenjarakanku dalam ketidakpastian dan hanya mengotori otakku, menghambat impianku. Sekolah itu seperti susah payah menimba air dari dalam sumur, lalu mengguyurnya ke tempat semula. Sebagai seorang remaja yang ingin terus belajar dalam arti sebenarnya, aku tidak ingin tersesat di sekolah. Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk keluar dari sekolah formal dan menciptakan sekolahku sendiri. Aku memilih melawan arus secara frontal; membebaskan diri sepenuhnya, tapi juga harus berani mendapat tantangan berat dari luar. Yaitu, dari orang-orang yang menganggap anak yang tidak ingin sekolah, tetapi ingin belajar adalah lelucon; sedangkan anak yang sekolah, tetapi tidak belajar adalah biasa. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |