|
Sinopsis Buku: Cuplikan bab 1:Di tepi telaga dari Sipsathay satu anak muda keliatan sedang berdjalan-djalan. Tempat ini ada tersohor keindahannja buat di kota Pakkhia, di sepandjang tepi telaga di antaranja ada tumbuh barisan puhun yanglioe. Adalah di dekat ini tempat, di Sam Tjo Kio, ada berdiri gedung besar dan indah, atau astana, dari Tjaysiang Hoo Koen, perdana menteri dari keizer Kian Liong Koen dari ahala Tjeng.Anak muda itu ada pakai badju pandjang dari sutra warna abu-abu, ia ada bertubuh tinggi dan gagah, romannja pun tjakap. Iapunja rambut jang terkepang dengan benang sutra, melintang di pinggangnja, jang terlibat dengan tali pinggang sutra. Berbareng di pinggangnja itu pun ada tergantung sebatang pedang, jang gagangnja beruntje.Djalan di gili-gili, ini anak muda punja mata senantiasa mengawasi ke djurusan Barat, memandang ke sana, nampaknja ia ada ibuk, akan tetapi, ke sana ia tidak berani datang dekat. Karena di situ adalah letaknja astana dari Hoo Tiongtong Hoo Koen. Maka ia melainkan mundar-mandir di situ, hingga tidak djarang udjung pedangnja berbunji karena kelanggar puhun yanglioe...Beberapa kali anak muda ini rabah gagang dari iapunja pedang dan tarik itu sedikit hingga bersinarlah kedua belahnja, jang putih mengkilap saking digosok tadjam. Sudah begitu, lekas-lekas ia tolak masuk pula pedang itu.Tatkala itu sudah menggerib, ketjuali anak muda ini disitu tidak ada lain orang lagi. Keadaan disitu ada sunji, ketjuali suara air jang liwat di kolong djembatan dimana ada pintu air. Tjahja lampu tidak tertampak, ketjuali dari Sam Tjo Kio, dimana tjahja itu ada bundar, merupakan bola api. Sebab itu adalah api dari lentera dari berbagi-bagi djoli dan kereta tay-an-kie. Semua kendaraan menudju ke astana dari Hoo Tiongtong, karena pembesar-pembesar pada kundjungi perdana menteri itu atau orang menghantar uang mas atau mutiara...Kapan si anak muda ingat Hoo Koen, mukanja mendjadi merah dengan seketika, murkahnja ada luar biasa. Oleh karena orang jang mendjadi iapunja bulan-bulan djustru ada ini perdana menteri jang agung dan mulia kedudukannja, jang ada djadi orang kepertjajaan atau kesajangan dari radja. Ia djadi murkah tetapi buat pertjuma sadja. Ia ini berdaja akan datang dekati menteri itu. Kapan ia sedang mendongkol, ia berentikan tindakannja, ia angkat kepalanja mengawasi bintang-bintang di langit, otaknja kerdja dengan sia-sia. Kapan toch achirnja ia ingat, ia ingat itu orang, itu budak, jang pada dua hari berselang ia dapat ketemui di geredja Hok Kok Sie jang pesan ia buat itu sore menunggu di tepi telaga itu...Ia tidak kenal itu budak, ia pun tidak kenal orang jang itu budak hantari - orang jang naik kereta, jang ia turut hantar sampai di depan pintu. Ia hanja bisa duga kedudukan dari orang jang naik kereta itu. Tapi ia tidak ketahui dengan maksud apa ia sudah diminta datang, ia tidak mampu duga itu. Toch ia suka penuhkan djandji itu dan sekarang ia telah datang. Apakah itu orang pun ada sedang tunggui ia dan sama ibuknja seperti ia? Apa ia itu bukannja sedang pelesiran, main tetabuan dan menjanji, menari?Malam telah djadi semingkin malam, si anak muda, dengan tangan di gagang pedangnja, mengawasi ke Sam Tjo Kio. Sekarang keliatan bola-bola api bergerak-gerak balik, rupanja berbagi kendaraan sudah mulai pulang - orang sudah berdjumpah, orang sudah selese menghaturkan persembahan...Apa sekalian orang di astana sudah pada masuk tidur? Kenapa si budak masih belum muntjul?Menantikan lagi sekian lama, badjunja anak muda ini mendjadi demek ketimpah embun, gagang pedangnja mendjadi adem-dingin. Ia memandang ke astana, ke djembatan.Achir-achirnja keliatan suatu tjahja api ketjil, api dari tengloleng, jang mirip dengan api kunang-kunang sedang bergerak mendatangi. Meliat api itu semangatnja anak muda ini djadi terbangun, dengan angkat sedikit badjunja, dengan tangan tjekal pedangnja, ia lari menghampiri. Ia lari begitu tjepat, maka sebentar sadja, ia sudah sampai di depannja orang jang bawa tengloleng itu. Ia tentu sadja bikin orang kaget, sampai orang itu hampir-hampir lemparkan tenglolengnja.Orang itu ada budak jang kemarin djandjikan ia, di antara tjahjanja api, keliatan iapunja kumis putih, iapunja tubuh ada bongkok-melengkung. Ia telah angkat tenglolengnja tinggi-tinggi, akan kenalkan si anak muda.Tiba-tiba budak tua ini undjuk roman ketakutan, takut seperti lagi hadapi harimau.***- Ejaan Lama- Soft Cover, Kertas HVS Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |