Cari berdasarkan:



Pedang Inti Es - Peng Pok Han Kong Kiam (Soft Cover)
 


Maaf, stock buku kosong atau out-of-print.


Pedang Inti Es - Peng Pok Han Kong Kiam (Soft Cover) 
oleh: O.K.T.
> Fiksi » Tjerita Silat & Tjerita Khas Tionghoa

List Price :   Rp 60.000
Your Price :    Rp 48.000 (20% OFF)
 
Penerbit :    Wastu Lanas Grafika
Edisi :    Soft Cover
Tgl Penerbitan :    2006-00-00
Bahasa :    Indonesia
 
Ukuran :    0x0x0 mm
Sinopsis Buku:
Pedang Inti Es atau Peng Pok Han Kong Kiam merupakan salah salah satu serial Thiansan (Liang Ie Shen).Cuplikan bab 1:Bagaikan jarum lenyap dan kemudi hilang,Demikian gunung Koenloen dibuat jeri.Tinggal didalam gua, berdiam didalamGubuk sarang, apakah artinya itu semua?Dengan tongkat rotan hitam di tangan,Di puncak gunung Leng San menggedor pintu langitSeumpama seorang raksasa yang rebah berbantal bumi dan menyender kepada langit, demikian gunung Koenloen San bercokol melintang di perbatasan kedua wilayah Sinkiang dan Tibet, dengan puncak-puncaknya yang sambung-bersambung seperti tak ujung pangkalnya seantero tahun tertutup salju yang putih mulus, yang memutuskan hubungan daratan antara Tibet dan Tiongkok Asli. Itulah jalan yang tersohor sulit dan berbahaya, yang tak banyak orang melaluinya, baik dahulu maupun sekarang.Tetapi pada saat ini, kita melihat seorang pelancong telah melintasi gunung itu serta tengah memasuki wilayah Tibet. Ketika ia berpaling ke belakang, ia mendapatkannya gunung itu sudah ketinggalan jauh di sebelah belakangnya. Ia berdiam memandangi, lalu tanpa merasa ia bersiul panjang. Ia mengingatnya bagaimana selama dalam perjalanannya ini ia telah bernaung didalam gua-gua atau didalam gubuk-gubuk bagaikan sarang burung. Menghadapi sang angin, ia lalu bersenandungPelancong ini adalah seorang pemuda yang usianya baru dua puluh tahun lebih. Ialah Koei Hoa Seng, tjiangboendjin atau ahli waris, yang menggantikan menjadi pemimpin atau ketua, dari partai persilatan Boetong Pay cabang Utara. Ia pun adalah putera nomor dua dari Koei Tiong Beng, satu di antara Thiansan Tjitkiam Tujuh Jago Pedang dari Thiansan. Ia dandan dengan sederhana akan tetapi dandanannya itu tak menutupi romannya yang gagah.Tengah memandangi gunung maha besar itu, tiba-tiba Koei Hoa Seng tertawa dan berkata dengan nyaring: Kata-katanya Hoei Beng Siansoe memang bukan gertakan belaka untuk menakut-nakuti orang, akan tetapi kalau dibilang, dengan mendaki gunung Koenloen San orang dapat dengan tongkatnya menggedor terbuka pintu langit, itulah berlebih-lebihan!Memang, syair yang disenandungkan Hoa Seng ini adalah syair karyanya Hoei Beng Siansoe itu, yang dikarangnya di puncak gunung Koenloen San ini. Hoei Beng adalah seorang pendeta yang menjadi pembangun dari partai persilatan Thiansan Pay dan dia berkenamaan di jaman akhirnya kerajaan Beng atau permulaan dinasti Tjeng.Koei Hoa Seng terdidik sempurna, ia ternama sejak usia muda. Di antara tiga saudara, dialah yang paling pandai. Akan tetapi beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah gelanggang pertempuran, ia kena dirobohkan suami isteri Tong Siauw Lan dan Phang Eng, yang menjadi ahli waris turunan ke empat dari Thiansan Pay.Sebenarnya, karena ayah Hoa Seng tergolong dalam Thiansan Tjitkiam, ia ada mempunyakan hubungan yang baik dengan Thiansan Pay itu, akan tetapi ia tidak sanggup menelan kekalahannya ini dengan begitu saja, maka dengan menuruti ambekannya, ia lantas melakukan perjalanan, mendaki gunung-gunung, melayari sungai-sungai, maksudnya ialah mencari orang yang berilmu tinggi untuk meyakinkan ilmu silat terlebih jauh. Ia bercita-citakan mewarisi ilmu kepandaian yang istimewa untuk dapat membangun satu partai persilatan baru!Kembali Hoa Seng menoleh, mengawasi gunung Koenloen San itu, habis itu baru ia memutar tubuhnya, akan memandangi sebuah gunung lain, yang sekarang berada di sebelah depannya. Itulah gunung Nyenchin Dangla, yang tingginya dapat menyaingi gunung Koenloen San. Sambil memandang, ia tertawa lebar.***Soft Cover, Kertas HVS




Resensi Buku:



Buku Sejenis Lainnya:
Ambisi Keji Seorang Ibu Suri
oleh Kang Byungsang
Rp 58.000
Rp 49.300
Salju di bumi Goryeo kini mulai mencair. Burung berkicau riang dan bunga liar pun mekar penuh warna, siap menyambut musim semi yang datang membawa ...  [selengkapnya]
oleh Nafta S. Meika
Rp 55.000
Rp 46.750
"Ia tertawa melihat penampilan sahabatnya itu. Wander terlihat seperti seorang tukang cerita keliling. Seluruh tubuhnya ditutupi jubah yang tebal dan ...  [selengkapnya]
oleh Nafta S. Meika
Rp 68.000
Rp 57.800
Setelah sebelumnya menjadi bulan-bulanan teman-temannya karena kelemahan fisiknya, Wuan menjadi pendekar yang disegani setelah menjadi murid Kurt ...  [selengkapnya]
oleh Jeff Stone
Rp 47.500
Rp 40.375
Pemandangan yang terhampar di depan Fu lebih buruk daripada yang dia bayangkan. Api menyambar dari setiap bangunan. ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement