|
Sinopsis Buku: INTERNATIONAL BESTSELLER TELAH DITERJEMAHKAN DALAM 18 BAHASA DI 19 NEGARA
“Mukhtar Mai adalah seorang pahlawan. Dia telah mengalami pemerkosaan dan kebrutalan pengadilan. Atas kejadian itu dia meyakinkan kita akan pentingnya pendidikan—dan harapan. —Nicholas Kristoff, The New York Times Mukhtar Mai adalah perempuan Muslim berusia 35 tahun yang tinggal di perkampungan kecil di selatan Punjab, Pakistan. Ia termasuk satu dari 100 tokoh paling berpengaruh versi Majalah TIME. Melalui kisah ini, mudah-mudahan saya dapat membantu orang lain untuk memahami bahwa perubahan harus dilakukan.â€â€”Mukhtar Mai Untuk pertama kalinya, Mukhtar Mai menuangkan pengalaman pahitnya dalam buku yang sangat menyentuh hati. Sebuah kisah mengenai penderitaan dan kehinaan yang mendalam, juga keberanian dan keyakinan yang besar. Pada 22 Juni 2002, Mukhtar Mai dijatuhi hukuman oleh Dewan Adat di desanya dengan cara diperkosa. Dia dipegangi oleh empat orang laki-laki, ditelanjangi dan kemudian diperkosa beramai-ramai. Lalu, ia diperintahkan untuk berjalan pulang dalam kondisi setengah telanjang di hadapan 300-an penduduk desa. Dengan cara dipertontonkan dan dipermalukan di depan umum, Mai harus melakukan itu demi ‘membayar’ suatu tindak kejahatan yang tanpa bukti, yang dituduhkan kepada adik laki-lakinya. Adik laki-laki Mai, Abdul Syakur (12 tahun), dituduh memiliki affair dengan seorang gadis dari kasta yang lebih tinggi. Dewan Adat akhirnya menjatuhkan hukuman kepada Mukhtar Mai dengan cara diperkosa. Menjelang menit-menit pelaksanaan hukumannya, Mukhtar Mai meminta belas kasihan, memohon agar adiknya dibebaskan, dan membaca al-Quran—satu-satunya bacaan yang dihapalnya. Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: stefanus akim Kisah Perempuan Berani yang Menyerang Tradisi Barbar Judul Buku : In The Name of HONOR (A True Story): Atas Nama Kehormatan Pengarang: : Mukhtar Mai Editor : Aisyah (edisi terjemahan bahasa Indonesia) Penerjemah : M. Lukman Sadikin Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta, 204 halaman, 12,5 x 20 cm Cetakan pertama : Maret 2007 Peresensi : Stefanus Akim Buku ini merupakan sebuah kisah nyata dari seorang perempuan janda berusia 35 tahun. Dia tinggal di perkampungan kecil, Meerwala, selatan Punjab, Pakistan. Dia adalah salah satu dari 100 tokoh paling berpengaruh versi majalah Time tahun 2006. Mukhtar Mai seorang yang buta aksara, namun berkat bantuan Marie-Therese Cuny, dari Prancis yang tertarik nasib tragisnya kisahnya berhasil ditulis dan dibukukan. Teks asli buku ini berbahasa Prancis; Deshonoree. Perjuangan Mukthar Mai mendapat pujian dari sejumlah kalangan, salah satunya Nicholas Kristoff, dari The New York Times. hMukthar Mai adalah seorang pahlawan. Dia telah mengalami pemerkosaan dan kebrutalan pengadilan. Atas kejadian itu dia meyakinkan kita kan pentingnya pendidikan-dan harapanh. Saat kejadian itu, ia adalah seorang perempuan miskin Pakistan berusia 32 tahun. Pada 22 Juni 2002, Mutar Mai dijatuhi hukuman oleh Dewan Adat di desanya dengan cara diperkosa. Dia dipegangi oleh empat orang laki-laki, ditelanjangi dan kemudian diperkosa beramai-ramai. Lalu, ia diperintahkan untuk berjalan pulang dalam kondisi setengah telanjang di hadapan 300-an penduduk desa. Dengan cara dipertontonkan dan dipermalukan di depan umum, Mai harus melakukan itu demi fmembayarf suatu tindak kejahatan yang tanpa bukti, yang dituduhkan kepada adik laki-lakinya. Adik laki-laki Mai, Abdul Syukur (12 tahun), dituduh memiliki affair dengan seorang gadis dari kasta yang lebih tinggi. Dewan adat akhirnya menjatuhkan hukuman kepada Muktamar Mai dengan cara diperkosa. Menjelang menit-menit pelaksanaan hukumannya, Mukatamr Mai meminta belas kasihan, memohon agar adiknya dibebankan dan membaca Al-Quran-satu-satunya bacaan yang dihafalnya. Ia berasal dari kasta rendah Gujar dan harus berhadapan dengan klan lokal yang sangat berpengaruh dan agresif. Mereka adalah para petani dari kasta Mastroi yang kuat. hAtas nama keluargaku aku harus memohon pengampunan dari mereka,h kata Muktar Mai yang ditulis dalam bentuk aku. Meskipun ia seorang yang buta huruf, namun ia adalah seorang yang pemberani. Ia bahkan menjadi perempuan pertama di negaranya yang berhasil merebut kembali kehormatannya dengan cara menyerang balik tradisi barbar yang hampir saja membinasakannya. Dalam buku ini, Mukhtar Mai dengan runut bercerita soal kejadian yang menimpanya. Sementara Marie-Therese Cuny dengan sabar mendengarkan dan mencatat apa yang diceritakan oleh Mukhtar Mai, ia dibantu pula oleh Naseem Akhtar, sepupu Mukhtar Mai sendiri. Ia tak menyangka kata-katanya telah dibukukan dan mengantarkan dirinya untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis pada Januari 2006. Dia berkesempatan berbicara mengenai hak-hak perempuan di sebuah tempat yang didedikasikan untuk perjuangan hak-hak asasi seluruh umat manusia: Place des Droits de lfHomme, Prancis. Selain perjuangan seorang perempuan yang gagah berani untuk menyerang tradisi barbar dari buku ini dapat pula dilihat sistem hukum yang lemah dan mudah dibeli. Di kantor polisi misalnya, ia, diminta membuat cap jempol blangko kosong oleh seorang pemeriksa yang juga fkaki tanganf klas Mastroi dengan alasan demi kebaikan sendiri. Blangko itu ternyata berisi pernyataan yang menyebutkan jika ia tidak diperkosa dan hanya mengarang cerita. Untungnya saat sudah disidangkan di pengadilan ada seorang hakim yang masih memiliki hati nurani. Hakim itu bahkan meminta akar Mukhtar Mai untuk tegar dan menceritakan semuanya tanpa takut. hCerita yang kau ceritakan kepadaku berbeda dengan yang kau ceritakan kepadaku,h ujar hakim kepada Mukhtar Mai Secara umum buku ini cukup menarik dan isinya bisa memompa semangat kaum tertindas untuk melakukan perlawanan. Hanya saja kadang-kadang kalimatnya sulit dipahami. Mungkin karena buku ini dibuat berdasarkan penuturan Mukhtar Mai, bukan hasil tulisan langsung. ![]()
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |