|
Sinopsis Buku: "Terimalah perhiasanku ini, Nak," kata Dewi Sukesi. Dan perempua tua ini pun mengalungkan untaian kembang kenanga di dada Kumbakarna! Mendadak alam pun membalik ke masa lalu. Tanpa malu-malu. Jeritan kedukaan menjadi madah syukur sukacita. Bermain-main anak-anak bajang di tepi pantai, padahal kematian sedang berjalan mengintai-intai. Gelombang lautan hendak menelan anak-anak bajang, tapi dengan kapal kematian anak-anak bajang malah berenang-renang menyelami kehidupan. Hujan kembang kenanga di mana-mana, dan Dewi Sukesi pun tahu, penderitaan itu ternyata demikian indahnya. Di dunia macam ini, kebahagiaan seakan hanya keindahan yang menipu. Sukesi terbang ke masa lalunya, ke pelataran kembang kenanga. Ia tahu kegagalannya untuk memperoleh Sastra Jendra ternyata disebabkan oleh ketaksanggupannya untuk menderita. Ia rindu akan kebahagiaan yang belum dimilikinya, dan karena kerinduannya itu ia malah membuang miliknya sendiri yang paling berharga, penderitaannya sendiri. Dan pada Kumbakarnalah kini penderitaan itu menjadi raja.
Sejak penerbitannya yang pertama, buku Anak Bajang Menggiring Angin ini sangat disukai para pembaca. Oleh banyak pengamat sastra, buku ini dianggap sebagai kisah wayang yang bernilai sastra. Pengarang menimba ilham penulisan buku ini dari kisah Ramayana, yang hidup dalam masyarakat Jawa.Karena gaya bahasa sastranya yang khas, karena imajinasi simboliknya yang kaya, dan karena penggalian makna-makna filosofis yang dalam, buku ini tak dapat dianggap sebagai sekadar salah satu versi dari kisah Ramayana, melainkan sebagai penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah kisah sastra. Buku ini menampilkan suatu kisah, yang mengandung sesuatu kemustahilan, sesuatu yang asing bagi pengalaman biasa, sesuatu impian kosong bila dipandang dari kenyataan harian manusia. Tapi kekuatan dari karya sastra ini justru terletak dalam menampilkan impian-impian itu menjadi suatu jalinan kisah insani, yang membuat impian-impian itu tampil sebagai cita-cita yang dirindukan manusia. Siapa dapat memastikan : apakah kenyataan itu sesungguhnya impian dan impian itu justru sesungguhnya kenyataan? Karya sastra ini memberi harga yang mahal dan nilai yang tinggi terhadap impian manusia. Tak banyak karya sastra di Indonesia yang dicetak ulang beberapa kali seperti buku ini. Banyak pembacanya mengaku telah menemukan pegangan yang menguatkan dan mencerahkan hidup mereka. Beberapa potongan kisahnya telah menginspirasi lahirnya berbagai karya seni dan teater. Di banyak SMA, buku ini digunakan sebagai buku pegangan pelajaran sastra.Berangkat dari kisah Ramayana, buku ini telah menjadi karya sastra yang aktual. Dalam buku ini terkandung berbagai khazanah kekayaan tentang cinta sejati, tentang pergulatan manusia menghadapi penderitaan, kesunyian, dan kesendiriannya, tentang kesia-siaan kekuasaan, dan tentang kemenangan autentisitas manusia di tengah segala kepalsuan hidup. Bagi sementara pengamat sastra, buku ini merepresentasikan perlawanan mereka yang lemah dan tak berdaya menghadapi absurditas nasib dan kekuasaan.Banyak pengamat yang mengatakan kekuatan buku ini terletak pada bahasanya yang sangat indah, lebih-lebih dalam corak liriknya yang puitis dan ritmis. Perjalanan buku ini sendiri telah menjadikannya karya sastra klasik.***Cetak ulang, cover baru. Resensi Buku:
Fantasi & Imajinatif oleh: Amang Suramang Kisah ramayana ditafsirkan secara baru dan memikat dalam buku ini, dikemas dengan bahasa yang indah dan kosakata yang jarang dipakai, yaitu kosakata Sansekerta dan Jawa Kuna. Kata kata seperti gajahmeta, wraha, sardula, dahana, banyak ditemui di sini. Deskripsi geografis dan flora-fauna juga digambarkan dengan apik. Ramayana, seperti yang diketahui banyak orang adalah perjuangan sang Ramawijaya merebut kembali Dewi Sinta dari tangan Rahwana, sang Raja Alengka. Dalam buku ini, asal muasal Rahwana, Anoman, Rama, dan tokoh-tokoh lainnya diceritakan secara lengkap. Bahkan boleh dikatakan sebenarnya buku ini adalah The Lord of The Ringnya Indonesia. Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi khas Jawa, simbolisme, dan bahasa puitis serta cerita epik. Tokoh yang paling menarik di buku ini adalah Anoman, makhluk yang senantiasa mendamba kepenuhannya sebagai manusia, tapi tidak diperkenankan dewa. Dia tetap setengah manusia setengah kera dengan jiwa dari dewata. Bagian paling keren ketika Anoman di awan merasa diayun-ayun antara langit dan bumi, seperti dibuai dan diakui statusnya yang di 'perbatasan' itu di hadapan dewa dan manusia. Meskipun begitu, pesona utama buku ini tetap pada bahasanya dan ceritanya. Bayangkan saja, panah Nagapasa milik Indrajit yang diluncurkan ke angkasa berubah menjadi ribuan naga yang menyerang musuh. Atau Anoman yang melompat tinggi ke angkasa, mengheningkan cipta, dan mengerahkan Aji Wundri yang sekuat tujuh gunung seribu gajah untuk menggempur jembatan yang dibangun Wibisana. Atau pertarungan sengit Jatayu sang raja burung dengan api biru mayanya melawan Rahwana sang raja raksasa. Adegan-adegan fantasi seperti itulah yang menjadi pesona utama buku ini. Add your review for this book!
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |