|
Sinopsis Buku: "Saya Winnetou. Saya disebut Kepala Suku Apache. Saya menulis untuk suku saya. Dan saya menulis untuk semua, segenap umat manusia di pelosok bumi. Kiranya Manitou yang Mahaagung dan Mahabaik merentangkan tangannya ke atas suku ini dan ke atas semua orang yang berkehendak baik dengan mereka!" ...
"Sebuah benih ajaib telah disemaikan Old Shatterhand ke dalam hati saudaranya Winnetou. Benih itu akan menghasilkan buah-buah lezat. Kembang-kembangnya akan menebarkan harum semerbak tiada henti. Dan tunas-tunas dari bijinya tak akan berhenti bertumbuh. Bukan dalam hitungan jam, dalam beberapa menit lagi seluruh musuh kalian akan memohon untuk diterima ke dalam klan Winnetou. Apa keinginan mereka akan dikabulkan?" Tigapuluh tahun setelah kematian Winnetou, Old Shatterhand menerima surat yang misterius, baik dari teman atau lawannya. Ia tidak bisa mengelak dan terpaksa memenuhi tantangan berduel dari musuh bebuyutannya seperti Tangua, Kepala Suku Kiowa, ataupun To-kei-chun, Kepala Suku Comanche Racurroh. Rupanya, arwah Santer si pembunuh ayah dan adik Winnetou itu--juga ikut membayanginya. Dunia serasa berhenti berputar ketika ia harus mengunjungi Nugget-tsil alias Gunung Emas, tempat surat wasiat Winnetou disembunyikan. Ia juga harus mengunjungi kembali Danau Kelam, tempat emas Winnetou tenggelam di danau itu. Inilah buku terakhir dari Tetralogi Winnetou, karya pamungkas Karl May yang berbicara tentang perdamaian dunia dan kesetaraan di antara bangsa-bangsa. Ditulis pada 1908 dan diterbitkan sebagai buku pada 1910, tapi isinya rupanya masih relevan untuk masa kini, 100 tahun kemudian. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |