|
Sinopsis Buku: Pada Juni 1985 Joe Simpson dan Simon Yates, dua pendaki muda namun berpengalaman asal Inggris, mendaki Dinding Barat Siula Grande yang perawan di pedalaman Pegunungan Andes, Peru. Tak lama setelah mencapai puncak setinggi 6.300 meter di atas permukaan laut itu, mereka terperosok ke jurang. Sedemikian gawat situasi yang mereka hadapi berdua sampai-sampai Simon harus mengambil keputusan makan buah simalakama: pilih potong tali penahan tubuh Joe atau mati bersama. Simon Yates pun akhirnya memutuskan tali penahan sehingga tubuh Joe meluncur ke jurang yang tak terlihat dasarnya.Simon berhasil turun dan selamat sampai di kemah-induk dalam kondisi tubuh lelah, jemari terserang radang beku, dan dicengkeram perasaan bersalah selama tiga hari di dalam kemah. Simon mengira Joe sudah tewas.
Pada dinihari menjelang pulang, Simon menemukan Joe terbaring di dekat perkemahan dalam kondisi kaki kanan remuk. Sungguh susah masuk di akal, Joe ternyata berhasil keluar dari jurang dan merangkak turun 1.000 meter sampai ke kemah-induk, tanpa makanan dan menembus badai-salju. Buku ini tidak sekadar memamerkan perjuangan seorang pendaki gunung keluar dari suasana hidup-mati, tapi juga penderitaan dan keteguhan hati sampai tandas. Ditulis dalam bahasa yang memukau, tak heran bila buku ini menerima Boardman Tasker Award 1988. Boardman Tasker Award adalah penghargaan untuk kisah pendakian gunung yang bernilai sastra. Buku ini kemudian diangkat ke layar-lebar dengan sutradara Kevin McDonald. Pada 2004 film ini memperoleh BAFTA Award. *** "Kisah yang cemerlang, gamblang, mencekam, dan mendebarkan tentang petualangan mereka yang mengerikan... Ditulis dengan amat menawan."--Sunday Express"Buku tentang pendakian gunung yang sungguh klasik... Kisah tentang penderitaan dan ketabahan yang benar-benar mengagumkan."--Sunday Times Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: dadang sukandar Inspirasi Petualangan Indonesia Sesaat sebelum mencapai puncak Gunung Raung pada pendakian medio Januari lalu, nyali saya sempat diciutkan oleh sebuah punggung bukit yang lebarnya tidak lebih dari dua meter. Sebenarnya punggungan itu tidak terlalu menyeramkan. Apa yang membuat saya ciut adalah jurang-jurang di kanan kiri punggungan itu. Jurang itu dalamnya lima ratus meter, dan dasarnya tertutup awan. Tapi, saya lalui juga punggungan gunung itu bersama Fachri. Kami berdua bergerak bersama menyeberang jurang. Badan kami terhubung dengan terikat tali pengaman, teknik moving together. Saya sempat mempercayakan nyawa saya yang cuma selembar ini pada Fachri. Saya mendapatkan inspirasi teknik moving together itu setelah membaca buku Menyentuh Yang Niskala. Saya bahkan memutuskan mendaki Gunung Raung karena membaca buku itu. Buku Menyentuh Yang Niskala bercerita tentang sebuah tragedi kecelakaan saat mendaki Dinding Barat Siula Grande di pedalaman pegunungan Andes, Peru. Joe Simpson, penulisnya, sudah disangka mati oleh Simon Yates, partner-nya mendaki saat tali pengaman yang mengikat badan mereka berdua putus sewaktu turun tebing. Sebelumnya, Joe dan Simon punya perjanjian, kalau salah satu dari mereka terjungkal ke jurang di sebuah punggungan sempit, maka yang lainnya yang selamat melompat ke jurang di seberangnya. Dengan begitu, tubuh mereka akan saling tertahan, saling terkekang tali, karena tali mereka tersangkut di juluran es atau salju. Saya memikirkan teknik itu untuk mendaki Gunung Raung. Tapi, setelah ditimbang-timbang, teknik itu bisa jadi bahaya. Ketika saya mengamankan Fachri menyeberangi punggungan sempit menjelang puncak Raung, saya menebak-nebak, apakah saya akan melompat ke jurang di sebelah kiri seandainya Fachri terjungkal ke jurang di sebelah kanan. Kalau itu saya lakukan, tubuh kami berdua akan saling tertahan, karena tali penghubung kami akan tersangkut di antara batu-batu tebing pembatas jurang. Sampai sini mungkin aman. Tapi, saat tali pengaman itu saling menahan dan tegang, bagian tali yang tersangkut ke batu itu akan getas dan terjadi friksi atau gesekan. Dan kalau friksinya tepat di bagian batu yang tajam atau runcing, bagian batu itu akan mudah merobek tali. Buku yang judul aslinya Touching The Void ini bukan hanya bercerita tentang sebuah pendakian gunung, tapi juga sebuah kisah tentang keteguhan hati memperjuangkan hidup. Sesaat setelah mencapai puncak Siula Grande di ketinggian 6.300 meter, Joe dan Simon terperosok ke jurang. Mereka menggunakan teknik moving together, berjalan di punggung-punggung gunung sempit dengan saling terhubung tali. Kalau yang satu celaka, yang lain mengamankan dengan tali. Oleh karena itu, mereka berhasil lolos dari maut saat terperosok ke jurang. Mereka saling mengekang tali yang menghubungkan kedua badan. Tapi, saat kecelakaan berikutnya, kondisinya makin kritis dan dramatis. Kaki Joe patah ketika tergelincir di es dan terperosok ke jurang. Tali di badannya berhasil dikekang Simon hingga Joe tergantung di permukaan tebing yang menggantung. Di bawah kaki Joe, pemandangannya jurang yang melambai-lambaikan kematian. Sementara itu, untuk kembali naik meniti tali, fisiknya sudah berantakan dan ia tak berdaya. Saat kekuatan Simon menahan tali Joe mulai kendur, Simon terpaksa memotong tali itu. Joe jatuh ke dalam jurang, dan Simon menganggapnya sudah mati. Tanpa disangka, Simon menemukan Joe terbaring sekarat di dekat kemah induk mereka di bawah gunung. Perjuangan Joe merangkak dengan kaki patah hingga ke bawah gunung, tentu tak akan berhasil tanpa keteguhan hati. Buku Menyentuh Yang Niskala diterjemahkan dari karangan aslinya oleh Adi Seno. Selain wartawan lingkungan senior di harian Sinar Harapan, ia juga seorang pendaki gunung dan pernah menyambangi gunung-gunung Everest, Boogabo Spires, sampai Andes di Peru. Buku ini pernah mendapat penghargaan dari Boardman Tasker Award tahun 1988. Penghargaan ini diberikan kepada para pengarang buku-buku yang berkaitan dengan literatur pendakian gunung dan sastra. Buku ini juga pernah difilmkan dengan menggunakan judul aslinya oleh John Smithson dan Kevin Macdonald. Bersaing dengan film Cold Mountain, film Touching The Void berhasil memenangkan British Academy of Film and Television Arts (BAFTA) Award untuk kategori The Outstanding British Film Of The Year. Tak salah tampaknya kalau buku ini hadir dalam rangka mengisi kekosongan literatur Indoneia dalam petualangan pendakian gunung. Kalau berhitung klub-klub atau organisasi pendakian gunung di Indonesia, bukan main banyaknya. Para pendaki kita masih jarang yang menuliskan pengalamannya untuk dibagi-bagi sebagai pelajaran bagi sesama peminat gunung. Seperti Into The Wild, Into Thin Air dan Anapurna, Menyentuh Yang Niskala juga merupakan buku inspirasional dalam rangka �ngomporin� anak-anak muda untuk bertualang. Tidak pasti memang apa yang didapat seseorang dari sebuah petualangan mendaki gunung. Tapi, setidaknya kegiatan ini masih dipandang sebagai kegiatan yang positif dan sehat bagi pemuda. (Sinar Harapan, Dadang Sukandar) ![]() Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |