|
Sinopsis Buku: Kahlil Gibran. Sebuah nama yang tak lekang dalam sejarah umat manusia. Pemikirannya lahir dan berkembang dalam aura pemikiran dan karya-karya Timur Tengah, Eropa dan Amerika. Dengan eksistensinya itu, ia menjadi jembatan emas yang mampu mempertautkan kesempurnaan Barat dan Timur dalam cawan hikmah, cinta dan keabadian hidup. Warisan kearifan bangsa-bangsa besar, filsafat dan agama ia tumpahkan dalam emas mulutnya dengan tanpa kehilangan akar dan tradisi. Tradisi kearifan agama Islam, Kristen, Yahudi ia bahasakan dalam ruang batin yang universal.
Di sinilah ia tampil bukan hanya sebagai seorang sastrawan yang mampu mengungkap gagasannya ke dalam bahasa yang puitik, tetapi juga telah mampu menampung seluruh aliran sungai kehidupan ke dalam cawan kata-kata. Ia telah berhasil menghirup udara kehidupan; di gang-gang sempit, lorong-lorong kota, di kebun, di hutan, di pantai, hingga di lubuk terdalam umat manusia di mana cinta dan spiritualitas terpatri sejati. Dengan hati ia bicara kepada kehidupan. Dalam kehidupan ia bicara tentang hati suci umat manusia dan semesta. Ia berdendang tentang alam bersama aneka satwa kehidupan. Lewat mulut suci para satwa ia mengungkap kesujudukan dan ketasbihan makhluk semesta. Tentang bumi yang selalu bergerak dan setia menumbuhkan segala benih yang ia kandung dalam perutnya dengan beragam warna dan rasa. Tentang air hujan yang setia jauh dengan teratur menyirami bumi, sebagai ibu kehidupan. Tentang matahari yang memberikan sinar kepada seluruh tata kosmos, yang tak pernah berharap dan apalagi menuntut imbalan. Semuanya setia. Setia dalam sunah Ilahi, setia dalam kodratnya sebagai pemberi nilai guna. Manusia, bagi Gibran mestilah belajar kepada kesetiaan dan ketasbian alam semesta kepada Tuhan tersebut. Bila bumi setia menumbuhkan benih dalam perutnya, tentu tindakan memalukan bila tangan-tangan manusia merusaknya. Bila matahari setia membagi-bagi sinarnya tanpa pamrih, manusia mestilah kembali ingat kepada fitrah kemakhlukannya: mencintai sesama sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam lebih 20 bahasa. Buku Hikmah Keabadian ini merupakan di antara bukunya yang mengungkap aneka masalah yang menyangkut eksistensi umat manusia. Kesemuanya diungkapkan dengan bahasa ibu kehidupan dan ruh spiritual kemakhlukan. Sehingga ia bisa dengan enak dan renyah dinikmati oleh semua orang meski berbeda kebudayaan dan tradisi. Lewat buku ini, Gibran ingin ‘menghidupkan kembali’ suasana dan kekuatan manusia agar mereka sadar dan bersedia memungut kearifan hidup dan keutuhan kemanusiaan sebagai jalan lempang dalam menjemput hidup keabadiaan. Litbang Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |