|
Sinopsis Buku: Membaca Jamangilak Tak Pernah Menangis adalah merasakan beratnya beban sejarah, luka-luka masa lalu yang tidak bisa dibicarakan secara terbuka kecuali melalui sebuah cerita. Melalui pergulatan ibu dan anak, si molek dan Hurlang, menghadapi kekuatan industri yang berkolusi dengan kekuatan politik dan senjata, novel ini mengangkat berbagai masalah sosial politik yang menghimpit Indonesia dulu dan kini, dari pengrusakan lingkungan sampai penghancuran kemanusiaan di bawah sepatu lars tentara. Keberanian pengarang untuk mengusik sejarah bukannta tanpa resiko. Melalui seni dan imajinasi, karya sastra bisa mengolah luka-luka masa lalu untuk membawa pencerahan dan penyembuhan.Melani Budianta, pengamat sastraIngatan pada pahitnya militerisme, cinta pada lingkungan hidup-barangkali ini novel Indonesia pertama dengan latar lingkungan hidup - dan sikap mengagungkan perempuan telah mendorong Martin Aleida menulis novel ini. Terasa seperti otobiografi, tapi pada saat yang sama merupakan biografi sebuah kota. Biografi menjadi unsur sangat penting dalam novel ini. Ia merupakan novel kota, atau tentang kota, yang langka dalam sastra kita. Juga novel berlatar budaya Batak (sebuah kelangkaan lagi) yang lebih berhasil dibandingkan dengan Penakluk Ujung Dunia Bokor Hutasuhut, misalnya.Pramoedya Ananta Toer menulis sejumlah novel yang telah memperoleh pengakuan dunia, namun melihat Pram sendiri Gadis Pantai adalah terbesar dari semuanya. Melihat pentingnya alur narasi novel yang mengalir dan bermuara pada heroisme sosok perempuan, agaknya tak terlalu berlebihan untuk mengatakan Jamangilak adalah Gadis Pantai ala Batak.Saut Situmorang, penyair, eseis. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |