|
Sinopsis Buku: "Saya ini daging tua, tidak menarik diterjang peluru... Ya... paling-paling jadi pupuk.,.," demikian potongan-potongan ucapan Romo Mangun yang terdengar panitia seminar di Hotel Le Meridien, Jakarta, dalam obrolan saat rehat siang, sesaat sebelum ia meninggal dunia karena serangan jantung. Di awal tahun 1999 itu kita sempat terhenyak mendengar kabar wafatnya Romo Mangun. la mengembuskan napas terakhir dengan cara mulia, sebagai cendekiawan, saat menjadi pembicara dalam sebuah seminar. Budayawan Mohamad Sobary men-jadi salah seorang saksi terakhir kehidupan Romo Mangun, yang siang itu tiba-tiba saja memeluknya sebelum kepalanya jatuh terkulai di pundaknya. Siapa tak kenal Romo Mangun atau Y.B. Mangunwijaya? la rohaniwan ’’penunggu” kali Code, Yogya, yang gerak kegiatannya blusukan ke mana-mana: arsitek, novelis, esais. ia juga pembela mereka yang miskin dan lemah, termasuk kaum petani Kedungombo yang kampungnya bakal segeraterendam air waduk di penghujung dekade 1980-an. Di dalam tas Romo Mangun kemudian ditemukan sepucuk surat yang ditujukan kepada Presiden B.J. Habibie. Apa isi surat terbuka tersebut? Benarkah Romo Mangun dan Habibie sesungguhnya teman akrab? Apa pula pesan Romo Mangun kepada generasi muda? Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |