|
Sinopsis Buku: Jilid I: 1482-1890 Perjalanan haji orang Indonesia dan Nusantara pada masa silam hanya samar-samar diketahui karena kekurangan sumber sejarah. Satu sumber yang terbengkalai adalah kisah pengalaman yang ditulis oleh para jemaah sendiri.Naik Haji Di Masa Silam, yang terdiri dari 3 jilid, merangkum kisah-kisah haji dari abad ke-15 sampai ke-19. Jilid 1 menceritakan kisah pengalaman berbagai tokoh dari Malaka, Banten, Riau, Singapura, dan Sumedang. Dituturkan pula di dalam buku ini kisah seorang haji dari Aceh yang berkelana di Yaman sebelum pulang ke Sumatra, kisah haji dari Minangkabau berziarah di Mesir dan Yerusalem, dan kisah rekaan tentang pengalaman mistik seorang wali Makassar di Tanah Suci. Beberapa penuntun ibadah haji, satu dalam bahasa Aceh, dua dalam bentuk syair, satu lagi oleh seorang ulama tersohor dari Batavia, juga terdapat dalam Jilid I ini. Jilid II: 1900-1950 Jilid 2 antologi ini meliputi kisah haji paruh pertama abad ke-20. Di antaranya adalah rangkuman tiga artikel tentang ibadah haji pada tahun-tahun awal abad ke-20, contoh peta kiblat yang digunakan para jemaah Indonesia dalam perjalanan ke Mekkah, laporan tentang perjalanan haji orang Malaya, dan cerita pengalaman haji Bupati Bandung tahun 1924. Kisah pengalaman Buya Hamka naik haji pada 1927, ketika ia berumur 19 tahun, juga termuat di buku ini. Kisah-kisah lain adalah kisah haji pada saat Indonesia menjadi merdeka: satu oleh seorang ulama Kalimantan selama periode revolusi; satu oleh cendekiawan Aceh, Ali Hasjmy, ketika ikut misi diplomatik ke Mekkah tahun 1949; dan satu lagi oleh Buya Hamka ketika naik haji untuk kedua kalinya pada umur 42 tahun. Jilid III: 1954-1964 Jilid 3 antologi kisah haji ini meliputi dasawarsa 1954-1964. Terdapat di dalamnya kisah pengalaman seorang wartawan Medan, Saiful U.A.; laporan wartawan kondang, Rosihan Anwar; catatan perjalanan seorang cendekiawan Malaysia, Harun Aminurrashid; renungan mistik Asrul Sani; serta cerita pengalaman sutradara film, Misbach Yusa Biran. Perjalanan haji pada masa itu sedang mengalami perubahan mendasar. Urusan haji mulai dikelola oleh pemerintah R.I., sedangkan pemerintah Saudi juga mengawali pekerjaan raksasa untuk memperbaharui situs prosesi haji. Biarpun demikian, para jemaah masih naik kapal laut dan jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan masa kini (antara sepersepuluh dan seperdua puluh), sehingga para jemaah masih sempat melancong dan berkenalan dengan sesama jemaah dari negara Islam yang lain. Jilid ini dilengkapi suatu uraian tentang jumlah haji selama periode 1850-2012 serta bibliografi hampir 500 judul di seputar sejarah perjalanan haji. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |