|
Sinopsis Buku: "Hen hao! Dari buku ini, saya mendapat gambaran nyata tentang daily life in Taiwan; tidak hanya seputar studi, tetapi juga kehidupan sebagai muslim di sana. Patut dibaca oleh kita semua, terutama bagi yang akan pergi ke Taiwan." - Retno Widyastuti, program officer Indonesia Mengajar; penerima 2012 Taiwan Government Scholarships, National Cheng Chi University. "Saya sangat merekomendasikan buku ini bagi muslim Indonesia yang tinggal di luar negeri, terutama Taiwan." - Tri Cahyo Wibowo, Presiden Forum Mahasiswa Muslim Indonesia Taiwan (FORMMIT) 2012–2013; penerima beasiswa Master of Mechanical Engineering, National Taiwan University of Science and Technology. "Disajikan dengan gaya Bang Rio yang humanis, hangat, dan penuh makna." - Iffan Sultami, penerima beasiswa PASIAD Fatih University, Turki; Ketua Divisi Hubungan International MITI Mahasiswa. *** Hidup sebagai kaum minoritas di negeri orang berbekal beasiswa yang pas-pasan bukanlah alasan untuk melegitimasi sebuah kekalahan; sebuah kegagalan. Justru, semua itu dapat dijadikan pelecut semangat guna membuktikan kemampuan diri. Ario Muhammad telah membuktikan itu; bahwa tidak ada yang tak mungkin selama kita memiliki keyakinan dan semangat pantang menyerah. Di Taiwan, negeri Formosa, ia memperjuangkan mimpinya. Hingga takdir menuntunnya bertemu dengan kepingan tulang rusuk yang terpisah. Inilah buku luar biasa yang disusun berdasarkan true story. Sangat inspiratif! Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad �Seru, menarik, dan penuh hikmah.� (Ridwansyah Yusuf Achmad, penerima beasiswa Master Netherlands Fellowship Program (NFP) di Rotterdam University � Belanda) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad �Ada tiga hal yang bisa saya tangkap dari karya sarat pesan ini; pertama, bahwa tradisi berhijrah, terlebih untuk menuntut ilmu, akan memberikan kita banyak kebaikan. hal ini harus menjadi keyakinan. kedua, madrasah kita sesungguhnya adalah rangkaian kehidupan yang kita jalani dari episode pertama hingga terakhir. dimana saja, kapan saja. ketiga, mengajari tanpa harus menggurui adalah pekerjaan sulit, tapi sang penulis berhasil melakukannya. baik lewat perjalanan hidup beliau, ataupun lewat buku ini sendiri. Selamat Ario! Allah yubaarik fiikum.� (Sidiq Nugroho, Alumni Jurusan Dirosah Islamiyah dan Bahasa Arab, Kuliyah Dakwah Islamiyah, Tripoli-Libya) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad �Globalisasi telah mengharuskan setiap muslim untuk bersaing dengan ummat untuk menegakkan eksistensi Islam di belahan bumi manapun kita berada. Penulis telah memberikan teladan bagi kita untuk tetap berpegang teguh pada ajaran agama, tidak larut pada nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran agama dan budaya timur. Ditulis dengan bahsa yang ringan, memudahkan kita untuk menangkap intisari pelajaran hidup. Buku ini bisa menjadi sebuah panduan bagi generasi muda muslim sebelum menjelajah dunia untuk menegakkan eksistensi diri sebagai khalifah fil ardi dimanapun berada. Selamat membanca!� (Andri Gunawan, lulusan Master of Islamic Studies, International Islamic University of Islamabad (IIUI), Pakistan. Ketua Muslim Student Union (MSU), Islamabad � Pakistan 2009-2010) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad �Masya Allah, tulisan yang bagus sekali! Kisah-kisah dalam buku ini mengajak kita merasakan warna-warni menjadi mahasiswa muslim di luar negeri (Taiwan) berikut dengan hikmah-hikmah menarik yang bisa menjadi pelajaran berharga. Saya rekomendasikan buku ini untuk semua kalangan, khususnya mereka yang tengah atau hendak memulai perjalanannya untuk studi di luar negeri. Ganbatte!� (Danang Ambar Prabowo, Penerima beasiswa master Monbukagakusho 2010, University of the Ryukyus - Jepang. Mahasiswa Berprestasi Nasional, 2007) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad �Sebuah tulisan yang hidup dan mengalir. Anda akan dibawa merasakan petualangan seorang Ario Muhammad dalam menjalani kehidupan seorang muslim di negara yang mayoritas non-muslim. Buku ini seperti kumpulan lagu indah di dalam satu album yaitu Islamku di Taiwan. Bila anda belum sempat ke sana, maka dengan membaca buku ini andapun serasa ikut menyanyikan lagu-lagu yang senada. Sangat saya anjurkan anda menikmati buku ini.� (Nopriadi Hermani, PhD Candidate at Tokyo Institute of Technology, Dosen Universitas Gadjah Mada) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Ario Muhammad Notes of 1000 days in Taiwan; Ketika Seorang Da�i Berkisah Kita adalah da�i sebelum menjadi yang lainnya Kita mesti berhati-hati ketika sehari lewat tanpa sebuah hikmah. Karena itu tanda bahwa dalam sehari itu tidak ada hal baru yang kita peroleh. Dan seorang da�i yang senantiasa bergerak, akan berada dalam kegelimpangan hikmah. Ia bisa peroleh itu dari membaca buku, bergaul, maupun bepergian. Itu salah satu kesimpulan saya setelah membaca buku �Notes of 1000 days in Taiwan�; sebuah bunga rampai yang disusun oleh Ario Muhammad�penyandang gelar S2 di Taiwan, seorang suami, ayah, dan tentunya pekerja dakwah�selama ia tinggal di Taiwan. Cover *** Tidak seperti buku serupa, buku Ario ini berkisah lebih dari sekadar pengalamannya studi di Taiwan, tapi juga perenungan-perenungan spiritualnya. Beberapa buku tentang studi atau jalan-jalan ke luar negeri yang sudah pernah saya baca, biasanya berhenti sampai pengalaman belajar, kuliner, jalan-jalan, dan kesan pesan tinggal di negeri orang. Sementara buku Ario ini punya nilai plus karena memuat soal pengalaman spiritual juga, yang tertuang lewat tulisannya tentang perenungan-perenungan. Saya terhenyak di halaman 30�bukunya Ario ini. Dalam tulisan berjudul �Spring Note�Di sudut Kontemplasi�, Ario mulanya mendeskripsikan tentang suasana sore itu. Tulisnya: Dalan suatu perjalanan mengantarkan teman-teman dari Indonesia, kami melawati jalanan Taipei yang ramai. Hatiku berdesir tiba-tiba ketika kulihat bunga sakura mulai bermekaran di samping-samping jalan� Saya membayangkan suasananya, seiring kalimat yang saya baca. Kemudian hanyut, ikut ke dalam perasaan Ario kala itu yang ingat akan kampung halaman yang menyajikan suasana berbeda namun indah juga, dan merasakan perasaan yang menghangatkan hati karena betapa Allah swt memberikan nikmat yang begitu banyak, namun luput dari kesyukuran kita. Dalam tulisan itu, termuat do�a Ario yang indah: Allahumma, jika aku boleh memilih, matikan saja aku dalam keadaan seperti ini. Keadaan yang membuatku segar dan merasa nyaman memiliki-Mu� Kemudian, Ario dengan syahdu mengantarkan kita untuk merenungkan surat Ar-Rahman dan Al-Waqi�ah. Inspirasinya dari sakura yang bermekaran itu saja. Hal kecil, tapi mengundang hikmah. Bukan hanya di tulisan yang saya singgung barusan, hampir semua tulisan dalam buku ini menyajikan peristiwa kecil sehari-hari yang mengundang perenungan di kemudian. Dialog dengan teman lab-nya, dengan para TKI di Taiwan, hingga perkataan dosen di kelas pun (tentang struktur bangunan dan semacamnya) dihubungkan oleh Ario dengan kebenaran ayat suci Al-Qur�an. Begitulah sejatinya da�i; matanya, pendengarannya dan perasaannya peka menangkap hikmah. Ia butuh itu untuk kemudian disampaikan kepada orang lain baik lewat tulisan maupun lisan. Ia butuh itu untuk menggerakkan hati orang lain yang menyimaknya agar juga merasakan hikmah yang bertebaran di muka bumi. *** Buku Ario, adalah buah dari ketekunan. Dulu saya mengenal Ario dari Multiply. Dibandingkan dengan tulisannya dulu di Multiply, di buku ini tulisannya lebih enak dibaca�begitulah kiranya penilaian seseorang yang malas membaca macam saya. Ario detail sekali menggambarkan tiap lekuk tempat yang ia kunjungi, dengan kalimat yang tidak terlampau bertele-tele. Coba saja buka halaman 69-70, yang bercerita tentang bunga sakura yang bermekaran di Tainan Park. Membaca bagian itu, angan saya dibawa sampai ke Taiwan, meninggalkan jasad saya yang terduduk kaku memegang buku Ario ini. Selain detail dalam menggambarkan tempat, Ario juga detail bercerita tentang lika-likunya meraih beasiswa; syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan kejar-kejarannya dengan tenggat waktu pengumpulan aplikasi beasiswa. Bagian ini, bisa menjadi masukan untuk mereka yang berminat studi di Taiwan. Beberapa tulisan di buku ini juga disampaikan dengan gaya bercerita yang asyik, seperti membaca novel fiksi. Buka saja halaman 114-120, yang bercerita tentang kehadiran buah hati Ario dan Ratih, Muhammad DeLiang Al-Farabi. Cerita tidak dimulai dengan bahasa yang kaku. Cerita dimulai dari adegan Ario yang menyetop taksi dengan tergesa, kemudian baru flashback kejadian 10 menit yang lalu yang menjawab pertanyaan; kenapa Ario buru-buru begitu? Begitu juga dengan tulisan berjudul Suatu Siang di Musim Panas. Kisah dibuka seiring Ario yang membuka mata karena tertidur menunggu sang istri yang sedang ujian tesis. Aku tertidur pulas dalam mimpi singkat yang terlupa apa isinya. Mataku mengerjap setelah kulit tanganku seperti terasa gatal. Lamat-lamat aku tersadar bahwa DeLiang masih ada di pangkuanku, dia juga tertidur pulas� Enak bukan, dibacanya? Rasanya seperti membaca kisah fiksi, padahal nyata. *** Akhirnya, harus saya katakan bahwa buku ini wajib dibaca oleh Anda yang mau kuliah di Taiwan (karena ada info juga tentang seluk beluk kuliah di sana), sekadar jalan-jalan ke Taiwan, dan atau sekadar mengencangkan semangat yang mengendur (agaknya yang terakhir inilah alasan terbesar saya). Buku ini adalah bukti, bahwa pengalaman spiritual bisa diperoleh di mana saja, termasuk di negara seperti Taiwan. Lagi-lagi saya akan mengatakan; begitulah sejatinya da�i. Di mana bumi dipijak, di situ selalu ada hikmah, selalu ada ladang amal. Sementara untuk orang yang kepekaannya tak terasah sama sekali, pergi ke Tanah Suci Mekkah pun tidak meninggalkan jejak spiritual apa-apa. Banyak �kan buktinya? Terus berkarya, Ario! Temenmu yang ceplas-ceplos, Aida Hanifa ![]() Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |