|
Sinopsis Buku: “Nggak bisa disebut ‘Ibu’ kalau nggak melahirkan lewat bawah!” “Kok tega sih ngasih susu murah ke anak sendiri.” “Kenapa nggak milih sekolah internasional?” “Hati-hati, dia janda!” “Ibu mertua memang nyebelin!” “Perempuan kok nggak bisa masak.” “Udah umur segitu kok belum kawin?” “Pantesan aja suaminya selingkuh, istrinya kayak gitu, sih.” Anda familier dengan ucapan-ucapan di atas? Gunjingan atau penilaian sepihak seperti ini sering ditujukan pada perempuan yang dianggap tidak sempurna. Dan siapakah yang melakukannya? Sesama perempuan! Menjadi perempuan sempurna, siapa yang tak mau. Dipuja dan dipuji, siapa yang tak ingin. Namun, kesempurnaan itu hanya milik Tuhan, bukan? Jadi, tidak masuk akal jika kita menempatkan kesempurnaan—yang takkan mungkin kita miliki—sebagai dasar menilai seseorang. Bahkan menjadikannya sebagai syarat kebahagiaan. Walaupun tidak sempurna, perempuan tetap bisa bahagia, kok! Merekam berbagai curhat Penulis sebagai ibu, istri, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan yang tidak luput dari ketidaksempurnaan, buku ini memberikan 1001 alasan untuk tetap bahagia di atas ketidaksempurnaan, lebih mencintai diri sendiri, menghargai orang lain, berempati, serta lebih mensyukuri hidup. Curhat-curhat seru yang disajikan dengan renyah dan gurih di sini bukan hanya ampuh dijadikan cermin diri dan obat mujarab penyembuh luka hati karena digunjingkan dan dihakimi, tapi juga membuat Anda tersenyum lebar sambil berucap, “Aku banget!” Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |