|
Sinopsis Buku: Bernegara itu seharusnya bermartabat. Berpolitik itu semestinya beretika. Dan amanah sudah seharusnya ditunaikan dengan jujur dan adil. Sudah sepatutnya kita belajar dari kesalahan dan pengalaman yang membelit-belit bangsa ini. Dengan begitu, generasi penerus akan siap menjadi pemimpin bangsa yang amanah, beretika, dan bermartabat. Itulah sebagian pesan yang disampaikan melalui suara anak bangsa, sebagaimana tersurat dalam kutipan pernyataan tokoh-tokoh berikut ini. “Jika dulu yang dilawan adalah kekuatan asing yang menindas, sekarang ujung tombak perlawanan itu harus ditujukan kepada siapa saja yang menindas, tidak terkecuali elit bangsa sendiri. Jika orientasi baru tidak disadari, maka yang akan berlaku penindasan oleh “londo ireng”. Yang perlu dihalau jauh-jauh dari bangsa ini adalah slavish mentality.”—Ahmad Syafii Maarif “SBY telah mengkhianati kedaulatan dan kepercayaan rakyat. Kedaulatan rakyat yang telah dipercayakan kepada dirinya justru dibagi-bagikan kepada partai dengan membentuk Kabinet Koalisi sebagaimana lazimnya dalam Sistem Parlementer. Hal ini dilakukannya untuk membangun kroni elitis yang melindungi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme ....”—Mayjen TNI (Purn.) Saurip Kadi “Empat puluh juta warga bangsa kehilangan hak memilih, Pemilu Legislatif cacat hukum dan melanggar UUD ... karena mengabaikan hak kedaulatan rakyat.”—Deddy Mizwar Semoga buku ini bisa menjadi pembelajaran sekaligus menginspirasi, bahwa sangat tajam kesan dari anak-anak bangsa tentang praktik-praktik yang tidak sepatutnya dilakukan, baik di penyelenggaraan pemilu, pengelolaan sumber daya negara, tata kelola perekonomian, tata pemerintahan, hukum yang dipermainkan, korupsi yang semakin masif, dan lain sebagainya. Lalu, di mana kedaulatan rakyat? Mengapa kesejahteraan tidak pernah berpihak pada rakyat? Ke mana perginya nurani? Bila tidak ada lagi yang mampu menjawab, maka kewajiban kita semua sebagai warga negara untuk mengoreksi dan meluruskannya. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |