|
Sinopsis Buku: Pada tahun 1972, dalam upaya merestorasi Masjid Agung Sana, Yaman, para kuli bangunan yang bekerja di antara struktur bagian dalam dan luar atap, tanpa sengaja menemukan kuburan kertas. Ternyata, di dalam kuburan kertas itu ditemukan codex (manuskrip kuno dalam bentuk buku) Al-Quran. Temuan ini kemudian digunakan oleh seorang penulis, Toby Lester, untuk mempertanyakan keaslian Al-Quran. Tulisan Lester dengan judul What is the Koran?, yang dimuat di jurnal The Atlantic Monthly edisi Januari 1999, itu langsung menyulut kontroversi.
Belum reda isu tersebut, pada tahun 2000, seorang Profesor Bahasa Semitik, Christoph Luxenberg, menerbitkan sebuah buku yang didasarkan pada temuan di Masjid Agung Sana tersebut. Buku itu terbit dalam bahasa Jerman dengan judul Die Syro-Aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschluesselung der Koransprache (Qiraah Syria-Aramaik: Upaya Menjelaskan Bahasa Al-Quran), yang mengungkapkan bahwa versi Al-Quran yang ada saat ini salah salin dan berbeda dengan teks aslinya. Buku Luxenberg ini pun kemudian menyulut kontroversi setelah majalah Newsweek, edisi 28 Juli 2003, memberitakannya dalam judul Challenging the Quran.Buku Al-Quran Bukan Da Vincis Code ini menyoroti secara terperinci dua tulisan menggegerkan tersebut dan menunjukkan bahwa Kitab Suci umat Islam, Al-Quran, bukanlah kitab suci yang kemudian lembek atau menjadi kitab biasa yang tak berwibawa dengan adanya tuduhan-tuduhan itu. Setelah di bab pertama buku ini membahas tuduhan-tuduhan tersebut, bab kedua dan ketiga buku ini mengungkapkan keautentikan Al-Quran dan mukjizatnya yang disampaikan oleh tokoh-tokoh baik Muslim maupun non-Muslim yang memiliki kompetensi di bidang itu. Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |