Cari berdasarkan:



Timor Timur - Satu Menit Terakhir
 








Timor Timur - Satu Menit Terakhir 
Catatan Seorang Wartawan
oleh: CM Rien Kuntari
> Current Affairs & Reportage
> Politik & Hukum » Kebangsaan

List Price :   Rp 84.000
Your Price :    Rp 71.400 (15% OFF)
 
Penerbit :    Mizan Pustaka
Edisi :    Soft Cover
ISBN :    9794335371
ISBN-13 :    9789794335376
Tgl Penerbitan :    2008-12-00
Bahasa :    Indonesia
 
Halaman :    484
Ukuran :    0x0x0 mm
Berat :    654 gram
Sinopsis Buku:
Meliput konflik adalah tugas sehari-hari Rien Kuntari, wartawan Kompas. Dia telah memasuki medan-medan perang paling berbahaya, termasuk Rwanda, Irak, dan Kamboja. Tapi, di antara semua wilayah konflik yang pernah dia liput, Timor Timur adalah yang paling sulit, paling membahayakan, dan sekaligus paling mengesankan.

Sebagai seorang wartawan yang dituntut bersikap objektif dan cover both sides, Rien menghadapi dilema: sebagai seorang wartawan asal Indonesia, dia bisa dicurigai sebagai pro-otonomi oleh kelompok pro-kemerdekaan. Sebaliknya, lantaran dapat mengakses beberapa tokoh CNRT, dia juga dituduh pro-kemerdekaan. Dan kecurigaan di medan konflik berarti berada di tabir kematian.

Inilah catatan seorang wartawan atas peristiwa-peristiwa dramatis menjelang, selama, dan setelah jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999--sebuah segmen amat penting dalam garis sejarah bangsa Indonesia. Ditulis dengan keberanian seorang "syahid", kejujuran seorang jurnalis tulen, dan ketulusan seorang "manusia"--a true human being. Tak berlebih jika buku ini layak dicatat sebagai sebuah dokumen kemanusiaan (humane documentary).

"Kemampuan Mbak Rien yang secara luwes bergerak dari tataran formal hingga informal, memberikan detail dan artikulasi tentang keadaan di Timor Timur pada waktu itu."
--Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo

"'Timor Timur Satu Menit Terakhir' sungguh merupakan kesaksian menarik berdasarkan pengalaman pribadi yang unik dan dikisahkan secara tulus, gamblang, terperinci, dan sarat dengan perkembangan dramatis."
--Ali Alatas

"Yang tersaji dalam buku ini bukan isapan jempol dan bukan pula kepiawaian seorang wartawan oportunis, melainkan pengalaman nyata seorang pejuang pers dan patriot bangsa, terdorong oleh kecintaannya kepada dua bangsa yang bersaudara, Indonesia dan Timor Leste."
--Xanana Gusmao

"Rien Kuntari adalah wartawan yang rajin menjelajahi medan kekerasan dan peperangan. Namun ia juga seorang perempuan. Betapapun bengis dan kejam medan konflik yang dihadapinya, ia selalu bisa melihat dan menangkapnya dengan mata hati seorang perempuan yang penuh dengan kelembutan, kejujuran dan bela rasa terhadap kemanusiaan. Konflik kekerasan di medan perang menjadi jeritan dan airmata di medan hatinya yang mudah tergores oleh penderitaan. Itulah yang membuat tulisan jurnalistiknya tentang peristiwa dramatis di sekitar jajak pendapat di Timor Timur 1999 ini menjadi begitu indah dan mengharukan tapi juga menegangkan. Membaca buku ini kita seakan diajak untuk masuk ke dalam relung terdalam kemanusiaan, yang mendambakan cinta, kesetiaan, perdamaian dan ketenteraman justru di tengah konflik yang bengis dan kejam."
--Sindhunata, wartawan, Pemimpin Redaksi Majalah Basis

"Ya Tuhan, jika inilah saatku, ampunilah aku." Hanya doa sepenggal itulah yang sempat kupanjatkan di depan senjata yang sudah terkokang dan larasnya ditempelkan tepat di dahi saya.

Instruksi itu menyebutkan, saya akan diculik selepas maghrib. Setelah dicomot dari rumah, konon, saya akan diinterogasi oleh seseorang tentang aktivitas saya di kelompok pro-kemerdekaan. Reka pembunuhan terhadap saya akan dilaksanakan dengan cara mutilasi keesokan harinya. Potongan-potongan tubuh saya akan dibuang di beberapa tempat. Dengan begitu, jasad saya tidak akan pernah ditemukan. Jika semua itu terlaksana, saya mungkin akan menjadi penghuni daftar-panjang orang hilang di Timtim.

"Saya minta maaf, Rien...selama ini informasi tentang kamu simpang siur. Saya sempat yakin pada apa yang dikatakan orang-orang tentang kamu, bahwa kamu sangat pro-kemerdekaan, tidak setia kawan, tidak nasionalis .... Tetapi terus terang, pandangan saya tentang kamu luntur dan berubah 180 derajat saat melihat kamu menitikkan air mata dan menangis tak henti ketika mendengar Kornelis (wartawan Kompas yang tertembak di Bekora, Dili timur) hilang. Aku juga terharu ketika kamu pun memutuskan mencari sendiri keberadaan Kornelis, dengan menempuh segala risiko. Aku benar-benar terharu ....”
--Pengakuan seorang kawan.




Resensi Buku:



Buku Sejenis Lainnya:
oleh Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M. Si.
Rp 52.000
Rp 44.200

Secara ...  [selengkapnya]

oleh Trias Kuncahyono
Rp 43.000
Rp 36.550
  [selengkapnya]
92 Pulau Terluar Indonesia
oleh Wanadri dan Rumah Nusantara
Rp 400.000
Rp 280.000
Mengenal Tanahair! Sudah selayaknya pemilik rumah mengenal tempat tinggalnya sampai batas pagar dengan tetangga sebelah. Dengan 17.504 pulau, ...  [selengkapnya]
oleh Bianpoen
Rp 75.000
Rp 63.750
Kumpulan tulisan ini meliputi kurun waktu 33 tahun (1976-2009) dan berfokus pada lingkungan hidup perkotaan, khususnya Jakarta. Alam perkotaan ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement