|
Sinopsis Buku: Jakarta: Kamis (1/10) malam, langit kota Jakarta berawan tebal. Di beberapa kawasan bahkan turun hujan. Udara sejuk. Tapi suasana di dalam Museum Nasional hangat dan akrab. Beberapa tokoh dari berbagai kalangan berkumpul. Aburizal Bakrie, MS Hidayat, Setiawan Djodi, M. Nuh, Erros Djarot, Bambang Hari Murti, Meuthia Hatta, Effendi Gozali, Sri Edy Swasono, dan masih banyak lagi tokoh, termasuk beberapa pemimpin redaksi media cetak maupun elektronika. Mereka semua, bersama sekitar sekitar 400 undangan lainnya, bertemu dalam acara peluncuran buku Dari Kilometer 0,0, karya Juru Bicara Presiden, Andi A.Mallarangeng.
Buku setebal 302 halaman ini memuat 66 tulisan pendek mengenai cerita-cerita seputar Presiden SBY, lembaga kepresidenan, dan pengalamannya sebagai Jubir Presiden. Sejak 29 Mei 2006, Andi selalu menulis kolom Dari Kilometer 0,0 yang terbit setiap Senin di harian Jurnal Nasional dan website presiden, www.presidensby.info. Tulisan-tulisannya inilah yang kemudian disusun menjadi sebuah buku dengan judul yang sama. Bahasanya yang ringan dan mudah dimengerti berbagai kalangan, membuat buku ini tidak hanya menjadi konsumsi para politikus. "Malam ini Presiden SBY tidak datang karena memang beliau sedang mengadakan kunjungan kerja di Banjarmasin. Tapi lebih enak lah, jadi lebih bebas ngomongnya. Kalau anda ingin mengkritik SBY silakan, di sini ada jubirnya," kata Andi dengan logat Bugisnya yang kental, mengawali acara. Menanggapi kritikan tentang tulisannya yang hanya menulis sisi positif Presiden SBY, Andi menjawab, "Bukan porsi saya sebagai juru bicara untuk mengkritik, tapi tugas Anda untuk mengkritik dan saya menjawab kritikan itu," ujar Andi disambut gelak tawa undangan. Dipandu moderator Pemimpin Redaksi harian Jurnas, Ramadhan Pohan, secara bergiliran sosiolog Imam Prasodjo, presenter Metro TV Mutia Hafid dan aktivis komunikasi dan hukum Hinca Panjaitan membahas isi buku Dari Kilometer 0,0 ini. Disusul beberapa tokoh, seperti Ketua KADIN MS Hidayat, pengamat Anis Baswedan, dan adik kandung Andi, Rizal Mallarangeng, ikut memberikan testimoni bagi buku ini. "Nikmatilah akrobat cerdas Andi Mallarangeng berupa terjemahan perjalanan SBY dalam melaksanakan tugas-tugas kepresidenannya, betapapun seringkali sulit dilakukan karena lahannya memang lebih sempit bila dibanding pengamat bebas," kata Imam Prasodjo. Menurutnya, dalam posisinya sebagai jubir, sudah wajar kalau tulisan-tulisan Andi lebih banyak memuji SBY. "Kalau kita mau mengkritik SBY, mari kita buat buku berjudul Dari Kilometer 1000. Maksudnya melihat kepemimpinan SBY dari luar istana. Sementara Mutia Hafid menambahkan, yang ia kagumi pada diri Andi adalah totalitasnya dalam bekerja. "Ketika dia menjadi dosen, ia total bekerja. Demikian juga ketika menjadi pengamat, kemudian menjadi anggota KPU, menjadi orang partai, dan ketika sekarang menjadi jubir presiden," kata Mutia. Satu demi satu, beberapa tokoh berbicara. Pada umumnya mereka memuji dan mengakui kepiawaian Andi sebagai Jubir Presiden. Padahal, kata Andi, "Saya yang selalu mendampingi Presiden sebenarnya berawal dari iri saja pada rekan saya Dino Patti Djalal, yang selalu rajin membuat catatan-catatan, semacam buku harian. Setiap kesempatan ia selalu membuat catatan. Sayapun akhirnya tergerak untuk meniru Dino, tetapi dengan bentuk tulisan berbeda. Akhirnya jadilah tulisan mingguan yang kemudian dibukukan ini. Cerita-cerita ringan saja, yang saya catat selama mendnampingi Presiden SBY," kata Andi, pada acara yang juga dihadiri ibunya, Andi Asni Mallarangeng, istri Vitri C. Mallarangeng serta putrinya, Gemintang. (osa/nnf) Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |