|
Sinopsis Buku: Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.
Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah? Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: "Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?" Hampir saja dia menyerah. Rupanya "mantra" man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat "mantra" kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya? Ke mana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Kesatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh? Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa. Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: purbasari 2 Mantra Ajaib yang mengubah sebuah mimpi menjadi kenyataan dengan kerja keras, doa, dan tentunya kesabaran. Buku ini sangat inspiratif banyak memberikan pelajaran yang berharga. Kisah-kisah dalam Ranah 3 Warna juga memberikan banyak warna di dalamnya ada kisah sedih, bahagia, lucu, campur menjadi satu kesatuan yang membuat saya pribadi tidak bisa berhenti untuk menuntaskan hingga ke halaman terakhir. Two Thumbs Up buat A. Fuadi. ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: reni widiati Masih sama seperti bukunya yang pertama, Ahmad Fuadi tampaknya masih ingin membagi "mantra" ajaib yang telah mempengaruhi hidupnya sedemikian rupa. Tapi tampaknya, setelah lepas dari Pondok Madani, Alif harus menghadapi begitu banyak kesulitan dan cobaan. Mulai dari ujian persamaan SMA dan UMPTN, sampai kerasnya hidup yang harus dijalaninya selama menempa ilmu di kota kembang, Bandung. Dia harus merelakan mimpi-mimpinya menjadi HAbibie kandas, karena tak ada secuil pun kemungkinan buatnya menempuh pendidikan di ITB. Kesulitan-kesulitan lain pun silih berganti datang menghampiri Alif, yang semakin lama semakin rapuh, ketika mantra "Man jadda wa jada" ternyata belum cukup mengatasi semuanya, dia teringat mantra kedua yang diajarkan di PM "Man Shabara Zhafira" yaitu "Siapa yang bersabar akan beruntung". Mantra itu yang membuatnya mampu bangkit dan keluar dari himpitan kesulitan, perlahan-lahan namun pasti, kesabaran dan kesungguhannya yang menjadi pondasi hidupnya membawanya pada satu masa keemasan, meraih apa yang diimpakannya sejak kecil dan keluar dari belenggu kesulitan yang menghimpitnya selama ini. ![]()
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |