|
Sinopsis Buku: Bidadari Sungai Es atau Peng Tjoan Thian Lie merupakan salah satu serial Thiansan (Liang Ie Shen).
Cuplikan bab 1:Sungai es di puncak gunung laksana Thianho yang nyungsang,Dengarlah tu kepingan es mengalir dengan bersuara perlahan sekali,Ibarat suara tetabuhan yang dipentil dengan jeriji si gadis jelita,Si nona tanya pada sang pengembara:Berapa gunung es lagi yang harus kau daki?Berapa topan lagi harus kau lewati?Pengembara!Sang elang di atas padang rumput pun tak dapat terbang terus-terusan,Tapi kau jalan, jalan terus, jalan terus,Sampai tahun apa, bulan apa, barulah kalian mau turun dari kuda?Nona, terima kasih atas kebaikanmu,Tapi kami tak dapat menjawab pertanyaanmu,Apakah kau pernah melihat bunga di padang pasir?Apakah kau pernah melihat gunung es menjadi lumer?Kau belum pernah lihat? Belum pernah!Maka itu, kami pengembara,Juga tak akan berhenti jalan selama-lamanya.Itulah suara nyanyian, diseling dengan klenengan kuda, yang pada suatu hari dapat didengar di padang rumput perbatasan Tibet. Nyanyian itu keluar dari mulutnya pengembara yang sedang lewat di padang rumput tersebut. Pegunungan Himalaya yang berentet-rentet, puncak-puncak gunung yang tertutup es dan menjulang tinggi sehingga menembus awan seperti juga sedang mendengari nyanyian itu yang menyedihkan hati.Dan tanpa diketahui oleh sang penyanyi, satu pemuda bangsa Han turut pasang kupingnya. Air mata berlinang di kedua matanya. Ia menghela napas panjang dan berkata seorang diri: Aku dan kalian tak ada bedanya. Kalian mengembara ke ujung langit, aku pun tak tahu kapan bisa dapat pulang ke kampung kelahiranku.Pemuda itu she Tan, bernama Thian Oe, kelahiran Souwtjiu, daerah Kanglam. Ayahnya, Tan Teng Kie, dahulu pegang pangkat di kota raja, tapi lantaran ia berani ajukan pengaduan yang menyerang Ho Kun, satu menteri busuk yang sangat disayang oleh Kaizar Kian Liong, ia dikirim ke Tibet (Seetjong) sebagai Amban 1) (Soanwiesoe) pada sekte Sakya. Sedari waktu itu sampai sekarang, delapan tahun sudah lewat. Waktu datang di Tibet, Thian Oe masih anak-anak berusia sepuluh tahun, sekarang ia sudah jadi pemuda 18 tahun. Berada jauh di tempat orang, hatinya Thian Oe sangat rindukan kampung halamannya, terutama lantaran ayahnya hampir saban hari ceritakan keindahannya Kanglam yang permai.Jumlahnya pengembara itu ada belasan orang, antaranya terdapat orang Tibet, Uighur dan dua orang Han. Rupanya mereka bertemu di tengah jalan dan lalu membentuk satu rombongan penjual suara yang berkelana ke sana-sini. Kedua matanya Thian Oe yang mengikuti mereka mendadak terpaku kepada satu gadis dari suku Tsang yang memakai pakaian serba putih. Berjalan di antara kawan-kawannya, gadis itu adalah laksana burung ho di antara kawanan ayam. Lain orang menyanyi, ia sendiri tutup mulut rapat-rapat, sedang kedua matanya yang bersinar terang mengawasi langit dan awan tanpa berkesip. Duduk di atas sela, ia seperti juga tidak dengar suara kawan-kawannya, seperti sedang memikir sesuatu. Kalau bukan biji matanya masih bergerak-gerak, Thian Oe bisa salah mata dan menduga ia sebagai patung di atas kuda.Selagi mengimplang seperti orang kehilangan semangat, tiba-tiba terdengar suara burung gagak di tengah udara. Thian Oe dongak dan mendadak dengar suara menjepratnya tali gendewa dan sebatang anak panah, yang dilepaskan oleh salah satu orang Han, menyambar ke arah ia. Dari mendesingnya sang anak panah yang menusuk telinga, ia tahu bahwa orang yang melepaskan mempunyai tenaga dalam yang sangat kuat. ***Soft Cover, Kertas HVS, Boks: 3 Jilid Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |