Cari berdasarkan:



Pendekar Pemetik Harpa - Khong Ling Kiam (Soft Cover)
 


Maaf, stock buku kosong atau out-of-print.


Pendekar Pemetik Harpa - Khong Ling Kiam (Soft Cover) 
oleh: Gan K.H.
> Fiksi » Tjerita Silat & Tjerita Khas Tionghoa

List Price :   Rp 230.000
Your Price :    Rp 184.000 (20% OFF)
 
Penerbit :    Wastu Lanas Grafika
Edisi :    Soft Cover
ISBN :    9793743360
ISBN-13 :    9789793743363
Tgl Penerbitan :    2006-00-00
Bahasa :    Indonesia
 
Ukuran :    0x0x0 mm
Sinopsis Buku:
Pendekar Pemetik Harpa atau Khong Ling Kiam merupakan salah satu serial Thiansan (Liang Ie Shen).Cuplikan bab 1:Mentari sudah lewat pucuk langit, hari sudah lewat lohor, berdiri di pucuk Cit-sing-giam, In Hou menikmati pemandangan alam semesta nan permai dan molek, sejak beberapa jam tadi dia telah berada di atas Cit-sing-giam yang terletak di Pu-tho-san di wilayah Kwi-lin yang terkenal itu. Sebagai pendekar kenamaan yang tersohor di empat lautan, dari keluarga besar persilatan, ayahnya In Jong dulu pernah meraih Bu-cong-goan di kala Dynasti Bing-ing-cong bertahta.Sejak lama memang dia sudah mengagumi keindahan alam semesta di daerah Kwi-lin, namun baru kini dia berkesempatan berkunjung kemari, tapi kedatangannya kali ini bukan lantaran ingin bertamasya di daerah Kwi-lin. Tapi maksudnya hendak bersua dengan seorang bekas kenalannya dan berkenalan dengan seorang sahabat baru.Kawan lama yang di maksud adalah Tam Pa-kun yang sudah dikenalnya baik sejak 20 tahun yang lalu. Tam Pa-kun berjuluk Kim-to-thi-ciang, terkenal dengan 64 jalan Phoan-liong-to dan Tay-kin-na-jiu yang meliputi 72 jurus itu. Meski sudah dua puluhan tahun bersahabat dengan Tam Pa-kun, tapi pertemuan terakhir juga terjadi pada lima tahun yang lalu. Justru karena telah lama tidak bertemu itulah, maka kali ini begitu Tam Pa-kun mengundangnya ke Kwi-lin, maka dari tempat jauh ribuan li dia datang kemari memenuhi undangan temannya.Sahabat baru yang hendak dikenalkan padanya adalah penduduk Kwi-lin, walau ketenaran namanya tidak segemilang Tam Pa-kun di Tionggoan, tapi di lima propinsi di daerah Say-lam dia merupakan tokoh yang diagulkan dalam kalangan bulim, orang memberi julukan It-cu-king-thian Lui Tin-gak.Tunggu punya tunggu sang kawan belum juga kunjung tiba, lambat laun lenyap juga selera In Hou menikmati panorama di depan matanya, dengan risau dia berpikir: Orang yang hendak dikenalkan oleh Tam-toako tentunya bukan tokoh yang bernama kosong. Pernah kudengar cerita orang, bahwa Lui Tin-gak suka royal membuang uang untuk membantu sesama kaum persilatan, tidak sedikit tamu-tamu kaum persilatan yang bermukim di kediamannya. Sayang kali ini aku mengemban tugas yang cukup berat, kalau tidak, ingin juga aku beristirahat beberapa lama di tempat kediamannya.Teringat bahwa tidak lama lagi dia bakal diperkenalkan kepada Lui Tin-gak oleh Tam Pa-kun, hatinya menjadi bergairah. Tapi kenapa sejauh ini Tam Pa-kun belum juga tiba? Pada hal matahari sudah doyong ke barat, sebentar lagi magrib bakal tiba. Dalam suratnya Tam Pa-kun mengatakan supaya aku berada disini sebelum lohor dan bersama-sama tamasya dulu ke Cit-sing-giam. Tapi kini beberapa jam telah berselang, kenapa Tam Pa-kun belum kunjung tiba?Sebagai teman akrab yang telah berhubungan selama 20 tahun, In Hou cukup tahu watak temannya itu, kecuali dia tidak pernah mengatakan, tapi sekali janji pasti dilaksanakan. Tapi kenapa kali ini dia ingkar janji? Mungkinkah di tengah jalan dia mengalami sesuatu diluar dugaan? mau tidak mau gundah pikiran In Hou, tapi lebih jauh dia membatin: Tahun lalu Tam-toako baru kembali dari Thian-san, belum lagi sampai di rumah sudah berangkat pula menuju ke Liang-san. Mungkin kali ini dia langsung datang kemari dari Liang-san. Pada hal betapa jauhnya perjalanan ini, kalau dia tertunda satu dua hari di perjalanan juga jamak. Sesuatu mungkin memang terjadi atas dirinya, tapi belum tentu membahayakan keselamatannya, apalagi dengan bekal ilmu silatnya yang tinggi, buat apa harus berkuatir bagi dirinya? setelah menghibur diri terasa lega dan lapang perasaannya.Di kala pikirannya melayang-layang itulah, tiba-tiba didengarnya suara petikan kecapi yang sayup-sayup sampai dibawa semilirnya hembusan angin lalu, suara tang, ting itu mengalun tinggi rendah tidak menentu, kadang-kadang terdengar jelas, tiba-tiba lenyap tak terdengar. Kalau In Hou tidak pernah meyakinkan ilmu senjata rahasia semacam Bwe-hoa-ciam, sehingga pendengarannya jeli dan tajam, lain orang tentu mengira itu suara percikan air.In Hou mendekam di atas tanah mendengarkan dengan seksama, seolah-olah irama kecapi berkumandang dari perut bumi, dipantulkan oleh gema suaranya yang terpendam di lapisan bumi sehingga irama kecapi ini kedengarannya agak misterius. Semula In Hou keheranan dan bingung, tapi akhirnya dia mengerti: Ya, pasti ada seseorang tengah memetik kecapi didalam Cit-sing-giam. tanpa terasa In Hou beranjak turun dari puncak gunung menuju ke arah datangnya irama kecapi.***Soft Cover, Kertas HVS, Boks: 4 Jilid




Resensi Buku:



Buku Sejenis Lainnya:
Ambisi Keji Seorang Ibu Suri
oleh Kang Byungsang
Rp 58.000
Rp 49.300
Salju di bumi Goryeo kini mulai mencair. Burung berkicau riang dan bunga liar pun mekar penuh warna, siap menyambut musim semi yang datang membawa ...  [selengkapnya]
oleh Nafta S. Meika
Rp 55.000
Rp 46.750
"Ia tertawa melihat penampilan sahabatnya itu. Wander terlihat seperti seorang tukang cerita keliling. Seluruh tubuhnya ditutupi jubah yang tebal dan ...  [selengkapnya]
oleh Nafta S. Meika
Rp 68.000
Rp 57.800
Setelah sebelumnya menjadi bulan-bulanan teman-temannya karena kelemahan fisiknya, Wuan menjadi pendekar yang disegani setelah menjadi murid Kurt ...  [selengkapnya]
oleh Jeff Stone
Rp 47.500
Rp 40.375
Pemandangan yang terhampar di depan Fu lebih buruk daripada yang dia bayangkan. Api menyambar dari setiap bangunan. ...  [selengkapnya]


Lihat semua buku sejenis »




Advertisement