|
Sinopsis Buku: Pendekar Wanita Penjebar Bunga atau San Hoa Lie Hiap merupakan salah satu serial Thiansan (Liang Ie Shen).Cuplikan bab 1:Suara tertawanya sekawanan anak nakal telah memecahkan kesunyian suatu dusun pegunungan.Pesta Goan-siauw (Tjapgomeh) baru lewat tiga hari, tapi sang bunga sudah mekar di seluruh lembah. Entah gunung Tjouwlay san yang menahan angin utara barat, entah musim semi memangnya datang terlalu siang, tapi kenyataannya adalah daerah pegunungan itu seakan-akan sudah ditutup dengan rangkaian bunga yang beraneka warna. Tjouwlay san terletak di propinsi Shoatang, sebelah utara Sungai Besar (Tiangkang), akan tetapi keadaannya pada waktu itu adalah seperti suasana dalam musim semi di daerah Kanglam (sebelah selatan Sungai Besar).Di sana-sini orang dapat melihat beberapa rumah penduduk yang bersembunyi di antara pohon-pohon yang rindang daunnya. Di luar dusun, di sebidang tanah yang agak datar, terdapat satu empang besar, entah milik siapa.Kawanan anak nakal itu sedang bermain-main di pinggir empang, dengan disoroti oleh matahari lohor yang hawanya hangat. Ada yang sedang menangkap kutu-kutu kecil tanpa memakai baju, ada yang berlari-lari main petak dan sebagainya.Di antara mereka terdapat seorang anak yang macamnya agak luar biasa. Anak itu berusia kira-kira dua belas tahun, mukanya yang hitam agak berminyak di bawah sinar matahari, kedua kakinya yang telanjang memperlihatkan urat-urat yang berwarna hijau, badannya tegap, sedang paras mukanya yang seperti jagoan memberi kesan bahwa dia itu adalah pemimpin dari kawan-kawannya.Mendadak ia membuka baju. "Hei!" ia berseru. "Siapa berani turut aku turun ke empang menangkap ikan?"Meskipun dihangatkan sinar matahari, tapi tanpa baju kapas, hawa dingin masih terlalu hebat. Kawanan anak nakal itu saling mengawasi, tak satu pun yang berani menurut contohnya si Hitam. Salah seorang berjongkok dan mencelupkan sebelah tangannya ke dalam air. "Fui!" ia berseru. "Siauw Houwtjoe (si Harimau Kecil), otakmu benar-benar miring! Air luar biasa dinginnya, kau mau menyebur, nyeburlah sendiri."Si Hitam yang dinamakan "Siauw Houwtjoe" mesem tawar, kedua matanya menyapu kawan-kawannya. "Setan-setan pengecut!" ia berteriak. "Tak ada satu yang berani nyebur?"Kawan-kawannya semua menggelengkan kepala sembari tertawa.Siauw Houwtjoe mengawasi satu kawannya dan berseru: "Siauwliong (si Naga Kecil)! Kau saja turut aku!""Aku lebih suka berlutut tiga kali dihadapanmu!" jawab Siauwliong."Baiklah," kata si Hitam. "Mari sini kau!" Ia jambret bajunya Siauwliong yang lantas didorong. "Plung!", Siauwliong kecebur, lalu disusul olehnya. Ia ambil segenggam lumpur yang lalu dipoleskan di mukanya Siauwliong. Kawan-kawannya lantas saja menepuk-nepuk tangan sambil berteriak-teriak kegirangan."Dingin! Mati aku!" berteriak Siauwliong, badannya menggigil."Dusta!" berteriak si Hitam sembari nyengir. "Kau pakai baju kapas, mana bisa dingin?""Baju ini baju baru," kata Siauwliong, meringis. "Baru dijahit oleh ibu."Siauw Houwtjoe tidak menggubris, ia terus mengeduk lumpur yang langsung dipoleskan ke muka dan bajunya Siauwliong.Selagi ramai bersenda gurau, kawanan anak nakal yang berada di daratan mendadak menengok ke belakang dan suara tertawa tiba-tiba berhenti. Siauw Houwtjoe menongolkan kepalanya dari dalam air dan melihat, dari dalam selat gunung muncul tiga orang yang menunggang kuda.***Soft Cover, Kertas HVS, Boks: 3 Jilid Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |