|
Sinopsis Buku: Glonggong, tokoh utama novel ini, bukan tokoh serba bisa dalam menghadapi segala rintangan hidup. Ia tak pernah berjumpa dengan ayahnya yang gugur di tangan serdadu Belanda saat ia masih bayi dan hanya diasuh oleh dua orang pelayan setia. Ayah tirinya terlampau asing baginya. Ibu yang sangat dikasihinya hidup sendiri dalam dunia sepinya hingga maut menjemput. Sementara, saudara perempuannya tanpa Ia sangka ternyata seorang gundik bangsawan.
Glonggong tumbuh bersama anak-anak desa di tengah keriuhan permainan pelepah pepaya yang mereka sebut glonggong. Sekalipun masih keturunan ningrat dari Keraton Yogyakarta, ia lebih dekat dengan suka duka rakyat jelata dibandingkan kebiasaan hidup kaum bangsawan yang penuh intrik dan gelimang duniawi. Mungkin inilah yang menyebabkan ia memilih bergabung dalam barisan prajurit Pangeran Dipanegara, bukan dengan keraton yang memihak Belanda. Ia lebih suka masuk hutan keluar hutan di bawah ancaman bahaya dan bahu-membahu bersama orang-orang bernurani melawan keculasan Belanda dan keraton. Sebagai prajurit ia sangat terpukul ketika suatu hari gagal mengemban tugas. Ia berjanji akan mengatasi kegagalannya sebelum menghadap Pangeran Dipanegara. Namun, waktu berjalan lebih cepat. Saat ia telah berhasil memenuhi janjinya, pada 1830 ia menyaksikan sendiri Pangeran Dipanegara ditangkap dalam sebuah pertemuan agung di Magelang .... *** Pemenang Sayembara Novel 2006 *** "Glonggong adalah sebuah novel sejarah yang meramu permainan daerah yang khas�berkaitan dengan kehidupan tokoh utamanya�dengan peristiwa-peristiwa tragis di masa Perang Dipanegara dalam suatu keutuhan naratif dan simbolis yang mengesankan." -- Dr. Apsanti Djokosujatno, guru besar sastra UI, Depok "Sebuah novel historiografi Perang Dipanegara. Genetika kebobrokan politikus sekarang bisa dilacak dengan jelas dalam novel pemenang lomba penulisan novel DKJ 2006 ini." -- Ahmad Tohari, novelis "Glonggong, penataan alur dan bahasanya indah menawan; intrik politisnya pelik dan cerdas; karakter tokoh-tokohnya matang dan mendalam; Novel sejarah paling mengesankan yang pernah saya baca." -- Dr. Bambang Sugiharto, guru besar filsafat Unpar, Bandung Resensi Buku:
Buku Sejenis Lainnya:
Advertisement |